Artifisial

Dia melangkahkan kakinya dalam tempo yang pelan. Dia terus berjalan, terus melangkah, terus, terus, dan dia tetap melangkah lambat.

Dia melangkah, tanpa maju, mundur pun tidak. Matanya menatap layar televisi yang menyala. Televisi pipih itu menayangkan reality show yang semuanya tampak diskenariokan. Kisahnya, dramanya, dan tentu pengambilan gambarnya memperlihatkan bagaimana dia direkayasa.

Meski haus belum menyerang, dia reflek mengambil minuman botolan di dekatnya. Sebotol air rasa jeruk diteguknya. Bukan air, bukan pula jeruk. Semua hanya perasa.

Dia pusing sendiri. Masih berjalan di atas treadmillnya, tiba-tiba dia merasa seluruh kehidupannya telah begitu artifisial.

0 comments: