Difference

Jess, the Australian girl.
"Hey, Jess, try to say 'water',"
"Wotah?"

Yew Thong, Singapore guy
"So, if you're eating by yourself, you usually say 'I'm eating alone', right?"
Everybody nodded.
"But in Singapore, you can just say 'I eat myself'."

Jacqueline, loves Singlish very much.
"Singlish is about how you speak lazy. It's a lazy English."

Isaac, the Hongkong boy
"Isaac, what does that mean?" I pointed at Mandarin characters.
"Shi... Wo bu che dao, it's read ... (speaking in Mandarin distinctively) and, um, oh sorry did I just speak in Mandarin?"
-__-
"Yeah, you don't say did."

Hui Xin, loves SNSD
I was practicing my Korean.
"Hui Xin, namjak chingu juseyo?"
"HAHA you just said 'give me boyfriend'!"
"HAHA NOOO, I meant 'namjak chingu isseoyo?' (do you have boyfriend?)"
// "Her hair is very straight. Mashiseoyo (delicious)."
"HAHA"
"OH! -__- I meant moshiseoyo (beautiful)!!"

Ain and Ufai, Malaysian students
"Bisa tolong ambilkan sendok?"
"Sorry?"
"Eh, hm, spoon."
"Oh. Di Malaysie ini suduk dan garfu."
"Oh, di Indonesia ini sendok dan garpu."
"Sendok yang itu."
"Oh, itu centong."
"Centong yang untuk mandi."
...
"Itu gayung."

(akan diperbarui lagi kalau ada yang menarik)

Semalam

Semalam mimpi aneh sekali; saya berhasil membunuh ularnya Voldemort, lalu saya bertemu teman saya yang bangkit dari kematian ("gimana rasanya bangkit dari kematian?" "pegal," jawabnya, lalu mengulet).

Bertepatan dengan itu, para Death Eaters berhasil menemukan saya dan saya langsung lari. Mereka mengejar saya, akhirnya saya pergi ke pojokan rak buku, lalu jongkok di sana pura-pura jadi batu (what????! -_-).

Dan mereka percaya dong kalau saya itu batu. Krik.

Lalu akhirnya seorang teman saya datang menyelamatkan saya dan langsung duel dengan Death Eater itu.

Haha. Mimpi aneh.

Published with Blogger-droid v2.0.4

Introduction

Senior dari Malaysia ini menjabat tangan saya.
"Name kamu siape?"
"Anka."
"Sorry?"
"Anka."
"Hamka?"
"Anka."
"Oh, sabar, ya."

Hmm, mukanya terlalu datar untuk bercanda.

"Maaf?"
"Sabaria."
Oooooh.

***

"What's your name?"
"Yu Tong."
"Su."
"Hui Yin."
"Hui Xin."
"Okay, err, sorry, what's your name, again?"
"I'm Hui Xin."
"I'm Hui Yin."
...

***

"My name's Yoon Seok."
"Pardon?"
"Yoon Seok. Just call me Yoon, please, sometimes people don't pronounce it well, so it's heard like you suck."

***

Seorang perempuan berkulit sawo matang dengan jilbab biru keluar dari ruangan. Segera saya susul.
"Sorry, international student?"
Matanya menatap dengan familiar.
"Yes, you too?"
"Ya. Where are you from? Indonesia?"
"Yes."
"AH, AKHIRNYA. Tapi saya harus pergi haha yaudah duluan ya."

***

"Hey, You Suck," Jess terkikik sedikit,"so would you like to be in one group with us?"

***

jadi, siapa yang hebat hayo?

Menulis, sepertinya adalah sebuah hal sederhana.

Dapat membaca sebuah buku, itu pun tampaknya sederhana. Terdapat serangkaian kalimat tercetak di bundelan kertas, kita menangkap bentuk hurufnya, membacanya dan memahaminya sebagai sebuah makna.

Semua hal yang kita pahami, mengerti, dan kita kuasai dengan baik sampai saat ini, banyak kaitannya dengan apa yang telah kita baca. Bukan hanya baca, tapi juga dengar, rasakan. Semua yang disampaikan oleh indera-indera kita ini.

Jadi, sebenarnya, saya sekarang mampu memahami materi integral, rumus-rumus fisika, dan apapun itu, semua tidak lepas dari kumpulan informasi yang sudah saya timbun dari kecil.

Intinya, maksud saya, memahami ilmu-ilmu tersebut, sepertinya adalah suatu pencapaian yang membanggakan bagi seseorang. Padahal, sebenarnya, ilmu-ilmu itu sebenarnya datangnya dari dunia luar yang ditangkap oleh indera lalu diolah oleh otak kita, misalnya ya membaca tadi.

Saya coba kutip dari buku Psikologi Komunikasi karangan Drs. Jalaludin Rakhmat, M.Sc.
"...Ketika Anda membaca buku ini, retina mata Anda, yang terdiri dari 12 juta sel saraf lebih, bereaksi pada cahaya dan menyampaikan pesan dari cabang-cabang saraf yang menyambungkan mata dengan saraf optik. Saraf optik menyambungkan impuls-impuls saraf itu ke orak. Sepuluh sampai 14 juta sel saraf pada otak Anda, disebut neuron, dirangsang oleh impuls-impuls yang datang. Terjadilah proses persepsi yang menakjubkan. Bagian luar neuron, dendrit, adalah penerima informasi. Soma mengolah informasi dan menggabungkannya. Axon adalah kabel miniatur yang menyampaikan informasi dari alat indera ke otak, otak ke otot, atau dari neuron yang satu kepada yang lain. Di ujung axon terdapatlah serangkaian knop (terminal knobs) yang melanjutkan informasi itu..."

Yang mau coba saya sampaikan, kehebatan kita akan pahamnya akan sesuatu ilmu itu, sebenarnya bersumber dari sesuatu yang kita anggap mudah, sederhana, dan wajar, yaitu  proses persepsi dari indera kita terhadap dunia luar, seperti membaca, mendengarkan, mengalami, dan sebagainya. Padahal, sebenarnya, proses itu merupakan proses yang jauuuuuuuuuuuh dari sederhana. Seperti dapat dibaca di atas, kita bisa ngerti proses saraf itu pun belum tentu. Melibatkan jutaan sel saraf yang bahkan kita lihat saja belum. Selama mencoba membaca atau mendengar itu, terjadi proses yang kita sadari pun tidak.

Ada sesuatu yang hebat merangkum di sini.

Jadi sebenarnya, kita lebih pantas untuk bersyukur daripada berbangga atas semua ilmu yang sudah kita serap dan pengalaman yang kita pelajari.

Ah, kali ini, saya agak sukar menuangkan isi pikiran saya, tapi ngerti-ngerti aja kan? ~_~


Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri, maka (bagimu) ada tempat tetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui.
(Surat Al An'aam:98)
 

widya kelana

So, I'm having this summer school in KAIST, South Korea. I'm taking Project Management class. After about 4 days being the only Indonesian, I started to think in English. You know, it's like my brain talking to me in English. (dan itu menyedihkan.) Now, I'm already used to listen in English. I think my listening skill improves a lot.

Tapi gue pengen tetep ngomong Indonesia. Hahaha. Dua hari pertama, lidah gua gatel bet rasanya pengen ngomong Indonesia. Yang cukup menekan juga, kebanyakan yang datang ke KAIST ini sebagai international student adalah orang-orang Singapur yang rasnya adalah Cina dan bahasanya adalah Mandarin. Jadi, kadang-kadang mereka bicara dalam bahasa Mandarin -_- Rasanya seperti menjadi tuli dan tidak terlibat dalam pembicaraan :|

wo bu che dao ni shuo shen me laaaa, wo bu ming pai.

haha.

that's the only sentence I can talk to them whenever they get deep in their Mandarin conversation.

Banyak sekali cerita menarik di sini. Semua rasanya berhenti di ujung lidah saking ga ada orang yang bisa diajak cerita hahaha. Kemarin oke sih, akhirnya gua videocall si Abay yang lagi rame-ramean di HMP dan gua pun bisa melepas kegatelan lidah gue yang udah kebelet banget pengen ngomong endonesa. Tadi juga  ujung-ujungnya gue ngehubungin sekre HMP yang selalu ramai pengunjung kayak dufan.

Tapi ya tetep aja, gak cerita-cerita banyak juga. Kayaknya, bercerita adalah salah satu kebutuhan hidup primer gue deh hahahahaha, rasanya gak bisa aja hal-hal seru dan menarik kayak gini disimpan sendirian.

Jadi yah, salah satu kisahnya akan gua ceritakan di sini.

(mari bicara dalam kata ganti saya)

Tadi profesor saya memberikan dua buah artikel di kelas. Kedua-duanya berkaitan dengan dunia teknologi informasi. Saya baru baca salah satunya. Menurut saya, ini adalah artikel yang menarik. Judulnya adalah:

IT Doesn't Matter, by Nicholas G. Carr

Intinya, yang penulis coba katakan di sini adalah, penemuan IT itu sangat berguna. Orang-orang menyangka, IT adalah faktor besar penentu kesuksesan perusahaan. Namun, penulis berpendapat bahwa IT adalah sesuatu yang sudah tidak terlalu berpengaruh.

Coba pikirkan keadaan zaman dulu ketika listrik masih jarang. Perusahaan/pabrik yang bisa mendapatkan sumber listrik itu akan mengalami banyak keuntungan dan kemajuan dibanding perusahaan lain. Tapi, ketika infrastruktur tenaga listrik sudah menyebar merata dan bisa diakses semua orang, kepemilikan akan listrik menjadi tidak terlalu berpengaruh. Listrik bukan lagi barang langka, tapi justru menjadi komoditas.

Sama halnya dengan IT, sekarang internet sudah bisa diakses semua orang. Karena itu, IT bukan lagi hal yang bisa membuat sebuah perusahaan lebih unggul daripada perusahaan lain, tapi IT adalah sebuah infrastruktur umum, standar.

Sedikit saya kutip dari sana,

"That's not to say that infrastructural technologies don't continue to influence competition. They do, but their influence is felt at the macroeconomic level, not at the level of the individual company. If particular country, for instance, lags in installing the technology - whether it's a national rail network, a power grid, or a communication infrastructure - its domestic industries will suffer heavily."
Dapat poinnya, kan? IT bukan lagi faktor yang terlalu berpengaruh dalam kesuksesan sebuah perusahaan. Tapi, pengaruhnya hanya akan terasa di level makro. Kalau teknologi, infrastruktur maupun informasi, belum menunjang dengan baik di suatu negara, maka industri lokalnya akan sangat menderita.

Mungkin penulis tidak bermaksud begitu, tapi saya langsung merasa negara saya sedang ditunjuk oleh si penulis.

Dalam artikel ini juga disebutkan sejarah-sejarah mengenai perkembangan infrastruktur (penulis menggunakannya untuk membuktikan bahwa IT sudah berada di siklus akhirnya). Contoh-contoh yang penulis berikan antara lain penemuan jalan raya, pembangunannya, betapa langkanya jalan raya saat itu sehingga memiliki akses menuju jalan raya merupakan daya saing yang sangat besar, sampai kini menjadi komoditas umum, yang sudah tidak terlalu berpengaruh pada kesuksesan perusahaan secara individual. Pola yang sama diikuti oleh rel kereta api, pembangkit tenaga listrik, dan, menurut penulis, sekarang diikuti juga oleh teknologi informasi.

Saya tidak akan membahas mengenai poin tadi, tapi, saya langsung, yah sedih juga, saat menyadari, semua yang ada di 'sejarah' mereka itu, listrik, rel kereta, bahkan jalan raya, saat ini belum cukup baik di Indonesia. Berapa orang yang protes mengenai jalan di Tamansari, Bandung, yang bocel-bocel kayak bulan? Berapa orang berusaha melakukan pengabdian masyarakat dengan memasukkan listrik ke daerah Indonesia yang belum tersentuh lampu sama sekali?

Bahkan, ketika negara maju sudah hampir sempurna infrastruktur teknologi informasinya, Indonesia sepertinya masih terus mengembangkan infrastruktur yang pembangunannya sudah jadi 'sejarah' negara-negara maju tadi.

Hmm.

Pantas saja, banyak yang mengatakan kita belum siap untuk globalisasi. (jadi teringat isu yang pernah diangkat Kajian Strategis KM-ITB: ACFTA, MP3EI, dll. mungkin bisa digugel kalau mau lebih ngerti?)

PR banyak nih buat kita :D hihi, ya gapapa lah, kalau kata dosen saya, dan saya suka kalimat ini,

"Masalah adalah peluang perbaikan."
kita seperti dihadapkan pada ribuan proyek untuk dikerjakan :D seru juga kan hahahahaha daripada ga ada kerjaan samsek ntar tiap hari malah nonton doraemon doang. Doraemon juga munculnya seminggu sekali doang kali, jam 8 pagi hari Minggu di RCTI *loh kok ngiklan*.

Sedikit ingin mengaitkan dengan yang selama ini saya kerjakan di acara Pasar Malam ITB; UMKM sangat terkait dengan masalah infrastruktur ini. Dulu saya sempat berdiskusi dengan beberapa orang di ITB, dan tanggapan mereka adalah keilmuan di ITB, kecuali beberapa jurusan, kurang terkait dengan UMKM. Saya, awalnya, setuju dengan pernyataan tadi. Tetapi, setelah dipikir-pikir, yang akan dikerjakan teknik sipil, lingkungan, penerbangan, kelautan, geodesi, arsitektur, planologi, elektro, informatika, daaaaaaaan lain-lain, kan infrastruktur juga!

haiya! :D