Melemaskan Jari - Sebuah Hadiah dalam Diri

"Saya gak suka main voli, abis tangannya kayak langsung merah-merah dan ada banyak titik merah," sebagian besar orang komentar kalau tahu saya lumayan senang main voli.

Biasanya, saya jawab seperti ini, "Emang gitu, saya kalau sudah lama gak main voli, terus tiba-tiba main lagi, tangannya juga gitu kok. Tapi kalo udah hari kedua dst, udah gak gitu lagi."

Ya memang semuanya, kalau sudah lama tidak dilakukan, pasti ada proses adaptasi dari tubuh yang harus diterima. Kalau kebiasaan merokok, tiba-tiba berhenti, katanya akan terasa pusing. Kalau kebiasaan tidak main voli, tiba-tiba main, ya, yang tadi itu, tangannya merah-merah. Kalau terbiasa nganggur, tiba-tiba jemarinya diminta untuk menulis lagi... Kaku rasanya.

Beberapa pekan ke belakang, saya dapat dua permintaan untuk meliput dan menulis tentang sesuatu. Namanya juga bukan sekedar menulis blog, tulisan macam itu pasti ada deadlinenya. Alhasil, dua tulisan tadi menjadi karya yang saya paling kurang sreg melihatnya. Saya sudah buat, hapus, buat lagi, hapus lagi, save as, buat baru, hapus lagi, buat lagi, bandingkan tulisan 1 dan tulisan 2, edit, minta masukan, tetaaaap saja saya jauh dari puas melihatnya. Semua karena cinta jari-jari saya sudah kaku macam kanebo kering.

Jadi, sesungguhnya, tulisan ini saya dedikasikan untuk melemaskan kembali jemari saya seperti membasahi kanebo yang sudah keras. Terlepas dari itu, memang sudah lama sebuah pemikiran mengambang-ngambang di otak saya, meminta untuk dikongkretkan melalui tinta-tinta virtual di blog ini. Ya, inilah pemanasan saya.

***

Flashback sedikit ke bulan September 2016, saya kebanjiran amplop dan hadiah dari orang-orang, yang kebanyakan, saya tidak kenal. Adat di Indonesia, pernikahan itu adalah acara orang tua, maka yang diundang juga teman-teman orang tua saya. Jadi, ya, yang saya salami selama dua jam penuh penyiksaan (baju yang dibelit-belit, kepala pusing yang ditusuk-tusuk cunduk mentul dan berbagai riasan lainnya), ya kebanyakan orang-orang yang tidak saya kenal juga, haha. Ujung-ujungnya, yang kasih saya hadiah juga orang-orang yang tidak saya kenal.

Kembali ke pasca acara, saya dan Mahdi sibuk sendiri, eh sibuk berdua deng, membuka amplop dan hadiah satu per satu. Kebanyakan orang lebih senang dapat amplop karena uang mentah bisa dimanfaatkan untuk banyak hal. Hadiah, bukannya tidak bermanfaat, tapi punya resiko tidak terpakai apabila kita dapat hadiah barang yang sama, sudah punya barang itu, atau memang sebenarnya bukan barang yang kita butuhkan. Namun, saya sendiri merasakan sensasi yang berbeda setiap saya membuka hadiah dibandingkan dengan membuka amplop.

Saya selalu deg-degan sendiri setiap mau membuka hadiah. Menurut saya, rasa penasaran yang timbul dan efek kejutannya itu sangat menyenangkan dan mendebarkan. Apapun hadiahnya, saya selalu merasa puas dan senang setelah membuka. Seperti rasa penasaran yang terpuaskan dan kesenangan melihat barang baru.

Dan, itulah yang saya rasakan juga selama kurang lebih lima bulan ke belakang.

Hehehe.

Selama ada si debay ini di perut, saya selalu penasaraaaaan sendiri.

Kayak apa ya mukanya?

Datangnya dia di perut ini rasanya seperti dapat hadiah. Kadang tidak sabar juga rasanya untuk membuka, tapi di sisi lain, saya sangat menikmati prosesnya.

Alhamdulillah saya diberi proses yang sangat mudah. Mual-mual hampir tidak ada. Paling hanya eneg sedikit aja kalau mencium aroma tertentu. Ngidam ini itu pun hampir tidak ada. Saya juga masih bisa beraktivitas macam-macam. Memang ada perubahan-perubahan yang harus saya terima dan saya jalani, tapi itu semua tidak memberatkan. Hehehehe.

Yang jelas, di awal, perasaan yang muncul pada diri saya hanyalah rasa tanggung jawab. Saya merasa mendapat amanah untuk menjaga nyawa seseorang, yang kebetulan dititipkan di saya. Saya hanya merasa diberi tugas tambahan untuk menjamin nutrisinya, perkembangannya, dan sebagainya. Rasa bonding terhadap si bayi ini sama sekali tidak klimaks. Saya sampai sempat khawatir juga, jangan-jangan saya ada kelainan nih kok gak merasa 'sayang' ya, sampai-sampai saya bertanya ke beberapa teman yang lebih dulu berpengalaman. Namun, kesimpulannya, saya tidak ada kelainan.

Sampai akhirnya, waktu itu di usia kandungan ke empat bulan, saya kontrol rutin seperti biasa dan dapat kesempatan mengintip doi lagi melalui USG. Dia kayak manusia mini gitu, lagi telentang menghadap atas. Tangannya menggapai-gapai entah apa, kakinya juga heboh banget kayak naik sepeda. Saya tertawa sedikit, sedikit saja soalnya jaim ada dokter, melihat kelakuan aneh di dalam perut. Sesaat USG-nya dipause, sesaat kemudian kembali menyala, dan dia sudah dalam posisi yang berbeda. Kalau tadi terlentang, sekarang seperti lagi posisi push up. Akhirnya, saya ketawa beneran. Lincah amat, sih.

Dari situ, saya mulai suka memikirkan ini anak. Maksudnya, si rasa ikatan itu sudah mulai muncul. Tapi, ternyata hanya beberapa hari setelah USG saja hahaha. Setelah itu, saya tidak terlalu ingat lagi dan hanya merasa punya tanggung jawab.

Sampai akhirnya, bulan ini saya kontrol, dan melihatnya mulai berbentuk seperti manusia sungguhan membuat saya terenyuh. Belum lagi sekarang saya juga sudah bisa terus merasakan gerakan-gerakannya. Huaaaah. Undescribable. Kalo katanya "picture says thousand words", maka picture pun tidak cukup. Hehehehehehehe.

Yaaa begitulah.. Ini hanya soal perasaan. Sebuah pemanasan menuju tiga PR tulisan saya ke depan. Doakan semoga cepat beres! :D