Dj Akarta!
Sebuah pusat perbelanjaan kembali dibangun di suatu jalan yang sering saya lewati. Agak heran juga karena selama ini kemacetan sudah menjadi kegiatan rutin di daerah tersebut, ibaratnya seperti buka puasa di bulan Ramadhan, pasti terjadi. Ahaha. Padahal kan, adanya pusat kegiatan ekonomi seperti itu akan menambah bangkitan transportasi menuju daerah tersebut, yang artinya bertambahnya volume kendaraan atau penumpang transjakarta, tanpa adanya penambahan lebar jalan ataupun jumlah bus transjakarta yang signifikan. Eh, gak tau sih, siapa tahu bus transjakartanya mau ditambah. Semoga.
Iseng, coba saya cari berapa jumlah mall yang menjadi warga ibukota ini. Ternyata, menurut vivaNews, sudah terdapat lebih dari 170 pusat perbelanjaan di DKI ini!
Mungkin, ini semua ada hubungannya dengan desain kota Jakarta yang sudah tidak nikmat bila dihayati dengan jalan kaki.
Mataharinya panas sih.
Eits, jangan salahin matahari, kalau matahari disuruh jadi dingin, nanti kita kembali ke jaman es (ngomong-ngomong, saya belum menonton Ice Age 4 nih HIKS HIKS).
Salahkan kita yang membuang pohon, semak, dan rumput, menggantinya dengan kongkrit dan aspal. Dengan kongkrit dan aspal dan semen dan lain-lain, gelombang cahaya matahari akan terpantul, tidak terserap seperti pada pepohonan rindang, jadi, ya, makin panas, coy. Belum lagi polusi udara dari kendaraan yang berjibun di kota ini. Dan copet. Dan jambret. Dan bencong. Makin tidak nyaman lah dunia kita ini, masberooooo.
Memang, Jakarta tampak seperti didesain bagi kehidupan mobil, saja.
Tidak aneh jika ruang publik Jakarta sebagian besar berada di dalam mall, gedung besar ber-AC, yang hampir tidak ada spot gratis untuk sekedar duduk.
Tapi, sebenarnya, yang dibutuhkan orang-orang di sini apaan sih.
Kalau saya pribadi, agak keberatan dengan sedikitnya ruang publik yang bisa dihinggapi dengan gratis. Meskipun, di dunia ini tidak ada yang gratis, jadi ya ruang publik itu mungkin saja dibiayai dengan pajak dari orang tua kita, tapi setidaknya gratis, yang, yah tahulah ya maksud saya.
Ceritanya kan saya mahasiswa nih, waktu itu pernah membuat suatu janji bersama teman-teman di Jakarta, untuk membuat tugas, dan kami berpikir keras tempat mana yang enak buat membuat tugas tanpa harus beli minum atau camilan.
Atau, di kesempatan lain saya pernah sekadar janji bertemu teman SMA, dan susah juga mencari tempat nangkring gratisan. Yang terus menerus muncul di kepala hanyalah Starbucks (kan mahal :/ ), McD, dan tempat-tempat sejenis. Intinya mesti beli minum, kalau tidak beli dipelototi mbak-mbaknya. :p
Oh iya, di dekat rumah saya ada BKT (Banjir Kanal Timur), tahu kan? Sungai, yang saya pikir, telah menyelamatkan Cipinang Indah dari banjir tahunan. Hihi. Nah, di pinggir kanal tersebut, dibangun juga dua jalur jalan untuk keperluan inspeksi. Jadi, sejatinya, sesungguhnya, dan sejujur-jujurnya jujur bisa jujur, jalanan itu sebenarnya tidak boleh digunakan untuk keperluan umum. Tapi, sekarang, jalanan di samping sungai itu sudah penuh dengan pasar kaget dan ramai dikunjungi muda-mudi bermotor, pacaran di pinggir sungai sambil menikmati pemandangan air mengalir riuh rendah.
Yah, mungkin fitrah manusia memang senang menikmati alam tanpa terkungkung dalam tembok-tembok berbentuk kotak itu. Pengennya melihat langit, bukan langit-langit.
Selain itu, di dekat rumah saya ada yang disebut Pasar Gembrong. Doski adalah sebuah pasar tumpah yang isinya mainan anak-anak semua. Ada karpet juga sih, sedikit. Pasar itu selalu membuat kemacetan di Jalan Baru. Sama macetnya dengan yang diakibatkan oleh Pasar Jatinegara. Dan Pasar Senen.
Yang saya tekankan di sini bukan macetnya, tapi kemacetan itu adalah bukti bahwa pasar itu selalu ramai pengunjung. Banyak warga Jakarta yang punya kepentingan untuk membeli kebutuhan, dan tentu saja membuka peluang mencari nafkah.
Tambahan lagi, berapa banyak warteg-warteg tidak legal yang ramai tumbuh di trotoar-trotoar jalanan? Subur dan banyaknya jumlah mereka, bagi saya, menunjukkan besarnya peluang dalam usaha tersebut, yang artinya banyaknya konsumen, alias warga Jakarta, yang mengantri makan-murah-tapi-enak-di-pinggir-jalan-jorok-dikit-bodo-amat-asal-nikmat.
(Kadang-kadang, sate di restoran mahal kalah enak sama sate abang-abang. Kalau dari asumsi saya dan ibu saya sih, itu karena sate mahal tidak ada keringat abangnya :p)
Dilihat dari fakta-fakta umum tadi (maaf ya, tanpa data), apakah benar pembangunan mall masih jadi kebutuhan warga Jakarta?
Kalau di mata saya sih, warteg pinggir jalan, pasar tradisional, dan ruang terbuka hijau masih tetap menjadi kebutuhan warga sini, harusnya sama difasilitasinya dengan kebutuhan untuk jalan-jalan di mall.
Mungkin kurang adil jika saya tidak menyebutkan fakta tentang mall. Tumbuhnya mall di Jakarta seperti jamur di musim hujan ini rasanya cukup membuktikan juga bahwa peluang ekonomi dalam mall cukup besar.
Tapi, ya kalau bangun mall pasti memainkan nominal uang yang lebih besar daripada Pasar Gembrong lah ya. Maksudnya, secara jumlah, bukan persentase ya, kalau persentase saya tidak paham, hampir pasti mall menghasilkan nominal untung yang lebih besar daripada si pasar. Bandingkan saja jualan satu tas di Prada dengan selembar karpet di Pasar Gembrong. Kalau harganya sama sih, antara yang di Prada pasti saya beli, atau yang di Pasar Gembrong yang kurang ajar mahalnya :p
Ehehe.
Oh iya, sekedar trivia singkat, pada tahun 2010, ruang terbuka hijau di Jakarta masih kurang dari 10% loh, padahal harusnya minimal 30%.
Iseng, coba saya cari berapa jumlah mall yang menjadi warga ibukota ini. Ternyata, menurut vivaNews, sudah terdapat lebih dari 170 pusat perbelanjaan di DKI ini!
Mungkin, ini semua ada hubungannya dengan desain kota Jakarta yang sudah tidak nikmat bila dihayati dengan jalan kaki.
Mataharinya panas sih.
Eits, jangan salahin matahari, kalau matahari disuruh jadi dingin, nanti kita kembali ke jaman es (ngomong-ngomong, saya belum menonton Ice Age 4 nih HIKS HIKS).
Salahkan kita yang membuang pohon, semak, dan rumput, menggantinya dengan kongkrit dan aspal. Dengan kongkrit dan aspal dan semen dan lain-lain, gelombang cahaya matahari akan terpantul, tidak terserap seperti pada pepohonan rindang, jadi, ya, makin panas, coy. Belum lagi polusi udara dari kendaraan yang berjibun di kota ini. Dan copet. Dan jambret. Dan bencong. Makin tidak nyaman lah dunia kita ini, masberooooo.
Memang, Jakarta tampak seperti didesain bagi kehidupan mobil, saja.
Tidak aneh jika ruang publik Jakarta sebagian besar berada di dalam mall, gedung besar ber-AC, yang hampir tidak ada spot gratis untuk sekedar duduk.
Tapi, sebenarnya, yang dibutuhkan orang-orang di sini apaan sih.
Kalau saya pribadi, agak keberatan dengan sedikitnya ruang publik yang bisa dihinggapi dengan gratis. Meskipun, di dunia ini tidak ada yang gratis, jadi ya ruang publik itu mungkin saja dibiayai dengan pajak dari orang tua kita, tapi setidaknya gratis, yang, yah tahulah ya maksud saya.
Ceritanya kan saya mahasiswa nih, waktu itu pernah membuat suatu janji bersama teman-teman di Jakarta, untuk membuat tugas, dan kami berpikir keras tempat mana yang enak buat membuat tugas tanpa harus beli minum atau camilan.
Atau, di kesempatan lain saya pernah sekadar janji bertemu teman SMA, dan susah juga mencari tempat nangkring gratisan. Yang terus menerus muncul di kepala hanyalah Starbucks (kan mahal :/ ), McD, dan tempat-tempat sejenis. Intinya mesti beli minum, kalau tidak beli dipelototi mbak-mbaknya. :p
Oh iya, di dekat rumah saya ada BKT (Banjir Kanal Timur), tahu kan? Sungai, yang saya pikir, telah menyelamatkan Cipinang Indah dari banjir tahunan. Hihi. Nah, di pinggir kanal tersebut, dibangun juga dua jalur jalan untuk keperluan inspeksi. Jadi, sejatinya, sesungguhnya, dan sejujur-jujurnya jujur bisa jujur, jalanan itu sebenarnya tidak boleh digunakan untuk keperluan umum. Tapi, sekarang, jalanan di samping sungai itu sudah penuh dengan pasar kaget dan ramai dikunjungi muda-mudi bermotor, pacaran di pinggir sungai sambil menikmati pemandangan air mengalir riuh rendah.
Yah, mungkin fitrah manusia memang senang menikmati alam tanpa terkungkung dalam tembok-tembok berbentuk kotak itu. Pengennya melihat langit, bukan langit-langit.
Selain itu, di dekat rumah saya ada yang disebut Pasar Gembrong. Doski adalah sebuah pasar tumpah yang isinya mainan anak-anak semua. Ada karpet juga sih, sedikit. Pasar itu selalu membuat kemacetan di Jalan Baru. Sama macetnya dengan yang diakibatkan oleh Pasar Jatinegara. Dan Pasar Senen.
Yang saya tekankan di sini bukan macetnya, tapi kemacetan itu adalah bukti bahwa pasar itu selalu ramai pengunjung. Banyak warga Jakarta yang punya kepentingan untuk membeli kebutuhan, dan tentu saja membuka peluang mencari nafkah.
Tambahan lagi, berapa banyak warteg-warteg tidak legal yang ramai tumbuh di trotoar-trotoar jalanan? Subur dan banyaknya jumlah mereka, bagi saya, menunjukkan besarnya peluang dalam usaha tersebut, yang artinya banyaknya konsumen, alias warga Jakarta, yang mengantri makan-murah-tapi-enak-di-pinggir-jalan-jorok-dikit-bodo-amat-asal-nikmat.
(Kadang-kadang, sate di restoran mahal kalah enak sama sate abang-abang. Kalau dari asumsi saya dan ibu saya sih, itu karena sate mahal tidak ada keringat abangnya :p)
Dilihat dari fakta-fakta umum tadi (maaf ya, tanpa data), apakah benar pembangunan mall masih jadi kebutuhan warga Jakarta?
Kalau di mata saya sih, warteg pinggir jalan, pasar tradisional, dan ruang terbuka hijau masih tetap menjadi kebutuhan warga sini, harusnya sama difasilitasinya dengan kebutuhan untuk jalan-jalan di mall.
Mungkin kurang adil jika saya tidak menyebutkan fakta tentang mall. Tumbuhnya mall di Jakarta seperti jamur di musim hujan ini rasanya cukup membuktikan juga bahwa peluang ekonomi dalam mall cukup besar.
Tapi, ya kalau bangun mall pasti memainkan nominal uang yang lebih besar daripada Pasar Gembrong lah ya. Maksudnya, secara jumlah, bukan persentase ya, kalau persentase saya tidak paham, hampir pasti mall menghasilkan nominal untung yang lebih besar daripada si pasar. Bandingkan saja jualan satu tas di Prada dengan selembar karpet di Pasar Gembrong. Kalau harganya sama sih, antara yang di Prada pasti saya beli, atau yang di Pasar Gembrong yang kurang ajar mahalnya :p
Ehehe.
Oh iya, sekedar trivia singkat, pada tahun 2010, ruang terbuka hijau di Jakarta masih kurang dari 10% loh, padahal harusnya minimal 30%.
Astaga, Naga!
Ada sebuah game yang saat ini sedang saya gila-gilai. Rasanya seperti memenuhi setiap ruang kosong yang ada di imajinasi saya :D
Seperti Harvest Moon waktu itu. Hihi.
Seperti Harvest Moon waktu itu. Hihi.
Bahkan sekarang irama yang riang mengalun di sepanjang game ini seperti ramai lagi di telinga saya. Ihiy.
Dan juga, rasanya seperti Brigandine juga. Meskipun saya tidak pernah main game ini, tapi saya penonton setia kakak saya yang hobi main game ini. Rasanya seru saja, penuh dengan hewan-hewan fantasi
Tentu saja, imajinasi asyik ini mirip juga saat saya masih dalam dunia Harry Potter yang magis.
Serta yang terakhir, mungkin tidak yang terakhir juga, tapi yang saya ingat sekarang adalah: Ragnarok
Kali ini, game asik itu adalah...
Dragonvale!!
Jadi, di game itu kita semacam menjadi pemilik sebuah kebun naga. Cuma, serunya, naganya lucu-lucu dan bermacam-macam elemennya. Ada yang elemen plant, earth, fire, cold, water, air, lightning, bahkan ada elemen sun dan elemen moon. Ahaha yang dua itu aneh-aneh saja sih.
Terus terus, yang seru lagi, di situ kita bisa bikin naga hybrid juga. Mau gabungin elemen apa dan apa terserah. Huwooooooooooooow.
Seru yak.
Kayak Nobita pas di Doraemon edisi petualangan no.9, yang terjebak ke masa lalu. Si Nobita kan bikin hybrid antara... Apa ya? Kuda sama angsa kalau tidak salah, jadi pegasus. Lalu buaya dan... Hm elang kayaknya, jadi naga terbang. Satu lagi lupa, tapi seru juga.
Ah, serunya dunia fantasi ;p ehe
Bikin novel anak-anak aja apa ya?
Duduk Diam
Sekarang duduk kita dalam diam,
dengan kisah menggantung nirpadam,
di antara bisikan tak redam.
Sekarang diam kita dalam duduk,
serta asa yang terpupuk,
dalam ruang hati gentar teraduk.
Hmm
Duta sedang berkeringat, menyanyikan lagu terkenal dari Sheila on Seven, di ruang tengah saya. Melalui media televisi sih :p
Tapi, masa-masa mereka masih ngehip jadi salah satu momen yang saya rindukan. Bukan karena saya ngefans sama mereka, yah saya memang suka banget sih sama lagu-lagu mereka, tapi dasar rindu saya lebih ke kangen masa kecil itu loh. Haha. Saat dunia, rasanya, lebih mudah. Dan bergantung kepada orangtua dan kakak masih jadi hal wajar yang boleh saya, anak SD, lakukan. Kalau sekarang kan ada yang namanya tanggung jawab yang pelan-pelan mulai menggerogoti masa kecil.
Eh tapi parah, si Duta ganteng bet sekarang di Tv, ini rekaman java rocking land, kya.
Sebelum ini, saya sedang tidur-tiduran di kamar, mengenakan celana dan baju tidur. Tiba-tiba kakak saya muncul di kamar saya *ting* dan minta ditemani pergi ke ATM. Segera, saya berganti celana, tapi mager ganti baju. Demi memenuhi kemalasan saya, saya sekedar mengenakan jaket untuk menutupi piyama ini.
Tapi Ibu saya selalu protes kalau saya pakai jaket di Jakarta. Kayak orang sakit, katanya.
Makanya saya suka di Bandung. Dingin, meskipun tidak setiap saat, tapi mengenakan jaket merupakan hal normal. Apapun kaos yang saya pakai tidak akan masalah karena saya akan pakai jaket!
"maka kehangatan yang kau rasa," nyanyi Duta.
Tapi, masa-masa mereka masih ngehip jadi salah satu momen yang saya rindukan. Bukan karena saya ngefans sama mereka, yah saya memang suka banget sih sama lagu-lagu mereka, tapi dasar rindu saya lebih ke kangen masa kecil itu loh. Haha. Saat dunia, rasanya, lebih mudah. Dan bergantung kepada orangtua dan kakak masih jadi hal wajar yang boleh saya, anak SD, lakukan. Kalau sekarang kan ada yang namanya tanggung jawab yang pelan-pelan mulai menggerogoti masa kecil.
Eh tapi parah, si Duta ganteng bet sekarang di Tv, ini rekaman java rocking land, kya.
Sebelum ini, saya sedang tidur-tiduran di kamar, mengenakan celana dan baju tidur. Tiba-tiba kakak saya muncul di kamar saya *ting* dan minta ditemani pergi ke ATM. Segera, saya berganti celana, tapi mager ganti baju. Demi memenuhi kemalasan saya, saya sekedar mengenakan jaket untuk menutupi piyama ini.
Tapi Ibu saya selalu protes kalau saya pakai jaket di Jakarta. Kayak orang sakit, katanya.
Makanya saya suka di Bandung. Dingin, meskipun tidak setiap saat, tapi mengenakan jaket merupakan hal normal. Apapun kaos yang saya pakai tidak akan masalah karena saya akan pakai jaket!
"maka kehangatan yang kau rasa," nyanyi Duta.
Ngomong apa sih
Biasanya saya bosan dengan lagu-lagu lama yang tersimpan dalam playlist laptop. Tetapi kali ini mereka berhasil membawa saya kembali ke dimensi-dimensi waktu yang telah lampau. Suara musik beradu dengan suara palu, paku, dan entah-apa di luar. Garasi saya lagi direnov, pintunya rusak katanya, jadi harus diganti.
Agak kasihan juga sama abang-abangnya, sudah kerja dari siang tadi sampai malam ini belum selesai juga. Puasa pula.
Kakak saya sedang membaca koran di sofa, sementara saya tiduran di lantai sambil mengetik di laptop ini. Tumben, dia sudah pulang dari sebelum jam 9. Biasanya, kalau lembur seringkali sampai hampir ganti hari. Sudah mau lebaran, mungkin. Pegawai kantor makin malas, otak berubah jadi ketupat, dan jam lembur disembunyikan, mungkin?
Oh iya, omong-omong soal jam, ibu saya kemarin berkata,"orang Indonesia tepat waktu kalau buka puasa doang."
Haha, guyonan nyinyir yang sebaiknya jangan kita amini.
Dan, nyamuk banyak sekali di ibukota ini. Sibuk mengelilingi benda-benda yang warnanya hitam seperti malam, rombongan berisik di samping kuping. Yang paling menyebalkan adalah lincahnya mereka yang lihai dalam menghindari tepukan tangan-tangan yang gemas.
Yah, tapi, bagaimana pun juga, roh kita hidup dalam tubuh seorang manusia yang penuh dengan reaksi-reaksi kimia. Hanya Dia yang mengatur, jadi kalau reaksi kimianya lagi menyebalkan, misalnya yang efeknya sering terperikan pada cewek-cewek yang mengaku PMS, ya mari kita kembali kepada Dia, yang membuat hormon dan memasukkan perasaan dalam relung setiap kita.
Ngomong apa sih gua haha
Inikah surga cinta yang banyak orang pertanyakan?
Agak kasihan juga sama abang-abangnya, sudah kerja dari siang tadi sampai malam ini belum selesai juga. Puasa pula.
Kakak saya sedang membaca koran di sofa, sementara saya tiduran di lantai sambil mengetik di laptop ini. Tumben, dia sudah pulang dari sebelum jam 9. Biasanya, kalau lembur seringkali sampai hampir ganti hari. Sudah mau lebaran, mungkin. Pegawai kantor makin malas, otak berubah jadi ketupat, dan jam lembur disembunyikan, mungkin?
I'm barely hanging on. Here I am once again. I'm torn in to pieces.
Oh iya, omong-omong soal jam, ibu saya kemarin berkata,"orang Indonesia tepat waktu kalau buka puasa doang."
Haha, guyonan nyinyir yang sebaiknya jangan kita amini.
Dan, nyamuk banyak sekali di ibukota ini. Sibuk mengelilingi benda-benda yang warnanya hitam seperti malam, rombongan berisik di samping kuping. Yang paling menyebalkan adalah lincahnya mereka yang lihai dalam menghindari tepukan tangan-tangan yang gemas.
Planet Venus yang indah, seperti dari emas.
Yah, tapi, bagaimana pun juga, roh kita hidup dalam tubuh seorang manusia yang penuh dengan reaksi-reaksi kimia. Hanya Dia yang mengatur, jadi kalau reaksi kimianya lagi menyebalkan, misalnya yang efeknya sering terperikan pada cewek-cewek yang mengaku PMS, ya mari kita kembali kepada Dia, yang membuat hormon dan memasukkan perasaan dalam relung setiap kita.
Ngomong apa sih gua haha
Curah
Pekerjaan rutin, seperti yang pernah saya bahas dengan Dinar Ramadhani, memang bisa membuat pikiran melanglangbuana menghinggap ke memori-memori lama. Seringkali bukan memori yang menyenangkan, atau malah menuju ke ingatan oh-iya-tadi-kan-harusnya-beresin-kamar, atau yang lebih luhur dari itu saya-udah-ngapain-aja-dua-puluh-tahun-ini.
Tidak, sih, saya tidak sedang melakukan pekerjaan monoton yang rutin. Hanya kepikiran saja, melihat syal setengah jadi saya tergeletak di meja kopi ini. Marunnya menyatu dengan nuansa ruang tengah yang remang ini. Rapi jaihtannya, tidak seperti pikiran saya saat ini yang sedang sangat acak.
Meloncat-loncat dari satu ingatan ke masa lain, sampai saya tidak paham lagi sebenarnya saya lagi berpikir tentang apa.
Memikirkan masalah?
Hah, siapa, sih, yang tidak punya masalah?
Kata mereka, orang gila.
Ah kata siapa?
...
Au ah gelap.
Omong-omong, saya ingin deh bisa terbang. Tidak mesti secara magis, dengan teknologi pun saya tidak masalah. Saya saat ini membayangkan sebuah alat berbentuk mirip joystick, namun dengan ukuran yang lebih besar yang nyaman digenggam dua tangan, berwarna krem, dengan berbagai tombol-tombol rumit terhias di permukaannya. Lalu kita tinggal menekan beberapa tombol, berlari sambil mengacungkan joystick itu ke depan, lalu, yap, terbang!
Atau sebuah tas dari material logam dengan dua lubang di bagian bawahnya. Kenakan ransel itu, jangan lupa masukkan bahan bakar minyak, namun kalau kau punya dompet yang cukup tebal, silakan beli solar cell nya, nyalakan tombol, dan BOOM! Api akan keluar dari dua lubang tadi dan kita melayang melawan gravitasi di angkasa.
Bisa juga sebuah sapu terbang bohong-bohongan dengan dinamo yang berisik suaranya. Namun, kita bisa terbang seperti para penyihir di cerita-cerita itu terbang. Serta teknologi bola-bola Quidditch telah diteliti sehingga permainan Quidditch mulai jadi olahraga internasional. Namun, teknologi untuk Snitch belum ditemukan, karena terlalu susah untuk memasukkan pikiran robot dalam bola sekecil itu, untuk mampu terbang menghindari para Sneeker.
Bludger mungkin tidak diciptakan, ya. Anarkis sekali, ya, haha. Kita kan tidak punya Madam Pomfrey.
Ah entahlah saya berpikir apa saat ini.
Tidak, sih, saya tidak sedang melakukan pekerjaan monoton yang rutin. Hanya kepikiran saja, melihat syal setengah jadi saya tergeletak di meja kopi ini. Marunnya menyatu dengan nuansa ruang tengah yang remang ini. Rapi jaihtannya, tidak seperti pikiran saya saat ini yang sedang sangat acak.
Meloncat-loncat dari satu ingatan ke masa lain, sampai saya tidak paham lagi sebenarnya saya lagi berpikir tentang apa.
Memikirkan masalah?
Hah, siapa, sih, yang tidak punya masalah?
Kata mereka, orang gila.
Ah kata siapa?
...
Au ah gelap.
Omong-omong, saya ingin deh bisa terbang. Tidak mesti secara magis, dengan teknologi pun saya tidak masalah. Saya saat ini membayangkan sebuah alat berbentuk mirip joystick, namun dengan ukuran yang lebih besar yang nyaman digenggam dua tangan, berwarna krem, dengan berbagai tombol-tombol rumit terhias di permukaannya. Lalu kita tinggal menekan beberapa tombol, berlari sambil mengacungkan joystick itu ke depan, lalu, yap, terbang!
Atau sebuah tas dari material logam dengan dua lubang di bagian bawahnya. Kenakan ransel itu, jangan lupa masukkan bahan bakar minyak, namun kalau kau punya dompet yang cukup tebal, silakan beli solar cell nya, nyalakan tombol, dan BOOM! Api akan keluar dari dua lubang tadi dan kita melayang melawan gravitasi di angkasa.
Bisa juga sebuah sapu terbang bohong-bohongan dengan dinamo yang berisik suaranya. Namun, kita bisa terbang seperti para penyihir di cerita-cerita itu terbang. Serta teknologi bola-bola Quidditch telah diteliti sehingga permainan Quidditch mulai jadi olahraga internasional. Namun, teknologi untuk Snitch belum ditemukan, karena terlalu susah untuk memasukkan pikiran robot dalam bola sekecil itu, untuk mampu terbang menghindari para Sneeker.
Bludger mungkin tidak diciptakan, ya. Anarkis sekali, ya, haha. Kita kan tidak punya Madam Pomfrey.
Ah entahlah saya berpikir apa saat ini.
You've Got Mail
Ini sekedar kesenangan dunia mungkin, tapi ya memang menyenangkan hehe.
Surat sungguhan! Haha akhirnya dua hari yang lalu saya datang ke kantor pos untuk mengirim kartu-kartu ucapan, mulai dari teman luar kota, luar pulau, sampai luar negeri. Uhuy.
Sebelum itu saya juga menemukan website http://postcrossing.com. Website itu memberi kesempatan kita untuk bisa berkirim postcard dengan orang-orang lain dari luar negeri. Wih, rasanya seperti situs dunia maya paling nyata :D
Eh sebentar lagi saya ulang tahun, kalau ada yang bisa kirimin saya hadiah berupa surat yang dikirim via merpati... Wih! Tak tahu harus berkata apa! Ahaha
Surat sungguhan! Haha akhirnya dua hari yang lalu saya datang ke kantor pos untuk mengirim kartu-kartu ucapan, mulai dari teman luar kota, luar pulau, sampai luar negeri. Uhuy.
Sebelum itu saya juga menemukan website http://postcrossing.com. Website itu memberi kesempatan kita untuk bisa berkirim postcard dengan orang-orang lain dari luar negeri. Wih, rasanya seperti situs dunia maya paling nyata :D
Eh sebentar lagi saya ulang tahun, kalau ada yang bisa kirimin saya hadiah berupa surat yang dikirim via merpati... Wih! Tak tahu harus berkata apa! Ahaha
Parkir
Cerita lagi.
Biasanya tukang parkir mah diturutin sama pengendara mobilnya ya. Berwibawa gitu, reliable doal maju mundur, puter kanan, kiri mentok dll.
Tapi kemarin dua teman saya mencetak sejarah baru dalan perparkiran.
CAST
DINAR SURYANDARI as pengemudi cantik
MAHDI KARIM as tukang parkir
ACTION!
Pengemudi cantik sibuk melirik spion dan buru-buru memutar setir.
Sang tukang parkir memperhatikan sudut-sudut mobil si pengemudi agar tidak lecet satu mili gores pun.
Tukang parkir: terus, terus, terus
Pengemudi cantik: (mengikuti pedoman sang pemarkir, terdiam)
Tukang parkir: kiri, kiri!
Pengemudi cantik: kanan, kali!
HAHA mungkin kalau dibaca tidak lucu-lucu amat, tapi saya sebagai pemirsa saat itu sampai ngakak loh haha.
Published with Blogger-droid v2.0.4
Subscribe to:
Posts (Atom)