Mendengar adzan maghrib berkumandang, saya bergegas menutup
semua program di laptop saya. Mirip burung, saya terpanggil untuk pulang ke sangkar
saat senja beranjak. Mulai malam, mulai gelap, nanti saya mulai rabun berbahaya
katanya.
Setelah membayar kopi yang terlalu kuat mengocok lambung
saya, saya keluar dari kafe kecil itu dan mulai menunggu angkot di tepian Jalan
Dago. Udara terasa sejuk menyenangkan. Teriknya matahari sudah berganti dengan
semburat kemerahan di langit abu-abu Bandung. Anginnya berhembus sedap, tidak
terlalu kencang, tapi cukup untuk menyegarkan pikiran.
Saya dicuekin dua angkot sampai akhirnya sebuah angkot yang
sama bututnya menawarkan tumpangannya pada saya. Saya segera masuk dan duduk di
pojok kanan depan. Di dalam angkot telah duduk dua orang remaja cantik,
salah satunya merokok, yang sedang bergosip dengan suara melengking. Seorang
laki-laki rapi, sepertinya beberapa tahun lebih tua dari saya, duduk di sudut
kiri belakang. Pakaiannya monokrom; abu-abu dan hitam. Dia membawa sebuah gitar
yang disenderkan di pahanya.
Saya terlalu asik menikmati udara Bandung, tak terganggu
sama sekali dengan lengkingan gosip neng-neng geulis. Langit semakin pekat dengan biru tua. Lampu-lampu
kendaraan, bangunan, dan lampu jalanan membuat suasana temaram syahdu. Mungkin
di Lembang sana mulai penuh pengunjung yang menikmati lampu-lampu di sekitar
saya ini dari ketinggian sana.
Di Simpang Dago, barudak
geulis tadi turun dari angkot. Angkot ini melaju lagi dengan kecepatan
santai. Langit semakin pekat dan cahaya terasa semakin kuning, hangat. Saya
terhanyut dalam suasana, seolah Bandung bersenandung dalam dentingan gitar.
Diiringi suara berat yang merdu, bernyanyi dalam akustik.
Dan ternyata, Bandung memang sedang bermusik. Laki-laki di
ujung sana ternyata benar-benar sedang memainkan gitarnya dalam volume yang
sungguh tepat. Nyanyinya juga merdu, suara bariton itu mengisi angkot ini. Saya
agak terperangah sambil menahan diri untuk tidak menengok kepada laki-laki
tadi.
Saya tersenyum sendiri di dalam angkot.
Lucunya hidup saya, menyenangkan sekali.
Di tengah temaram Bandung yang hangat dan udaranya yang
sejuk, saya duduk di sini seperti seorang aktris dalam film. Soundtrack mengiringi perjalanan pulang.
Semuanya terpadu dengan sempurna. Harmonis.
Saya tersenyum lebar.
Saya selalu ingin hidup dalam film musikal; tiba-tiba alunan
musik terdengar, entah dari mana, mengiringi hidup sang aktris dengan melodi
yang tepat.
Dan saya sudah merasakannya!
Yeay!
0 comments:
Post a Comment