Sebuah notifikasi yang familiar memaksaku untuk mengecek si pintar telepon genggam. Aplikasi WhatsApp muncul. Kuintip, dan untuk kesekian kalinya kudapati sebuah informasi tentang parenting di grup ibu-ibu. Tidak boleh mengancam, katanya. Pikirku melayang pada sebuah teori lain yang saya pernah baca sebelumnya, katanya anak harus diberi konsekuensi untuk perbuatannya. Memberikan konsekuensi (baca: hukuman), sebelas-dua belas dengan mengancam, kan? Hmm, dilematis.
Dilema sebeumnya juga pernah muncul akibat kata 'jangan'. Anak tidak boleh dilarang, ganti dengan kalimat positif. Tapi bukan era milenial namanya kalau tidak ada artikel bertentangan: dianjurkan pakai kata jangan. Belum lagi segala simpang siur informasi tentang MPAS: puree buah, puree sayur, menu tunggal, atau empat kuadran? Hayo lho. Mau pilih yang mana?
Dari mana sumber informasi hal-hal tadi? Kebanyakan dari instagram. Sebagian dari artikel online. Sedikit dari buku. Hehe, sungguh kredibel sekali ya informasi ibu-ibu milenial.
Saya melirik Fatih dan berpikir akan masa depannya. Saya tidak sedang membesarkan seorang laki-laki yang hanya menumpang nafas di muka bumi. Saya sedang membesarkan seorang pejuang, seseorang yang membawa manfaat besar, seseorang yang patuh pada Penciptanya.
Tidak boleh sampai salah didik, pikir saya. Namun, di tengah simpang siur teori parenting seperti ini, saya harus pilih yang mana supaya tidak salah?
Lalu teringat saya pada Al Quran, sebuah solusi untuk setiap permasalahan hidup. Masa sih, tidak ada konsep-konsep parenting di dalam kitab suci? Harusnya, ada dong.
Akhirnya, dari WhatsApp, saya beralih mengklik aplikasi Al Quran digital. Dari dulu, kebiasaan saya tiap ada masalah, saya seringkali buka Al Quran, sembarang halaman. Pada 90% kejadian, saya selalu dapati ayat-ayat yang sesuai dengan permasalahan saya.
Cerita sedikit, hehe, OOT. Waktu kuliah dulu, pernah saya kalah tanding voli di semifinal. Selesai tanding, semua pemain kumpul. Wajah kami semuanya lesu dan hanya saling mengucap kata-kata menyemangati. Dari lapangan, saya pergi sendiri ke kamar mandi, berganti baju, kemudian menunaikan shalat ashar di Masjid Salman. Iya, shalat ashar. Kebayang kan, lombanya panas-panasan di bawah terik matahari siang bolong. Hehe. Dekil? Bisa jadi.
Sehabis shalat, hati saya masih terasa agak berat. Saya ambillah sebuah mushaf di dekat saya dan saya buka pada sembarang halaman.
Tebak, surat apakah yang menyapa mata saya?
Al Insyiroh.
Wow. Rasanya benar-benar... Hahaha waktu itu sih saya tersentuh banget, soalnya sekecewa itu gagal masuk final. Btw FYI, akhirnya saya berhasil menyabet juara tiga, yaa... Tepuk tangan, ya, buat saya. Wkwk.
OK, back to topic. Jadi, setelah bimbang dengan informasi yang saya baca, saya buka aplikasi Al Quran dan dengan asal saya ketikkan halaman 54. Benar-benar ngasal aja mengetik 54. Dan mau tahu apa isinya? Sok mangga buka sendiri biar afdhol, tapi saya post juga di sini yang mau saya highlight.
Di halaman itu, ada kisah tentang istrinya Imran yang lagi mengandung Maryam, lalu dia berjanji supaya anak dalam kandungannya menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat. Ayat terakhir, bercerita tentang Maryam yang dididik oleh Rabbnya dengan pendidikan yang baik. Tentang Maryam yang ditanya soal makanan yang ada di sisinya. Itu dari mana? Maryam menjawab, makanan itu dari sisi Allah.
Saya sesaat tercenung. Luar biasa bagaimana pesan ini bisa sampai kepada saya. Akhirnya, saya menyimpulkan:
1. Yang penting adalah niat. Niatkan dengan kuat, tekadkan bahwa anak ini harus jadi hamba yang saleh dan berkhidmat.
2. Kalau janji/ niatnya diterima, maka Allah akan memberikan sang anak pendidikan yang baik.
3. Salah satu indikatornya adalah keyakinan yang ada pada diri anak bahwa segala yang terjadi dalam hidupnya ini hanyalah semata dari sisi Allah.
Jadi, saya tidak khawatir dengan banyaknya informasi, tidak ambil pusing dengan pilihan metode parenting yang begitu banyak. Yang penting pertama-tama adalah niat untuk apa saya membesarkan anak ini. Sisanya, Allah yang akan membantu saya. Kalau memang niat saya betul, Allah pasti memberikan ilham yang benar, bukan ilham yang batil.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment