The night with the rythm of quite quiet silence, calming the soul with its darling air.
As I breathe the grace given, the memories are getting sephia.
So can I just trust, as the thin air moist the roses, in this fancy world?
untitled
Dunia
Simbol-simbol tersurat,
Lambang dari makna-makna sirat
Hanya yang halus hatinya mampu tahu
Arti terselubung kata cita dan cinta
Topeng dari hati-hati menjerit
Dunia ini dunia penantian
Perjalanan panjang mereka yang bertuju
Mereka yang tak sia-sia
Hanya yang pasrah dan ikhlas tak menderita
Karena pekatnya kabut masa
Dunia ini dunia fana
Tangan Tuhan meliputi
Setitik guncang hancurkan utuh
Hanya yang tahu tak tersia
Yang dapat menaikkan semua ke atas
Menuju tempat yang kekal
Dunia ini dunia kiasan
Pernik fana kunanti
Dunia ini dunia kiasan
Tidakkah kamu mengerti?
Kecoa
Untuk tulisan-tulisan seperti ini sih biasanya saya suka kasih gambar dulu bagian atas. Namun, karena saya terlalu geli sama kecoa, saya jadi males naro gambar :p
Kamar saya lagi kemasukan kecoa.
Beberapa hari yang lalu Jeanne membuat post tentang pertanyaan-pertanyaan random, dan kata 'kecoa', secara kebetulan, tersebut juga di sana.
Semingguan yang lalu, entah kenapa, saya sempat membicarakan kecoa dengan seorang senior dari jurusan Biologi.
Yah, mungkin kecoa memang ingin ditulis jadi tema kali ini.
Jadi, si Jeanne ini menulis begini di halamannya:
"14. Hewan apa yang menurut Anda sebaiknya tidak perlu ada di muka bumi ini?
Definitely kecoa. Gunanya apa coba? Kalo ilang dari rantai makanan juga kayanya gak ngefek-ngefek amat."Hahaha mungkin kalimat tadi kalau dibaca oleh ahli-ahli biologi bisa dapat pertentangan yang super menantang. Tapi toh saya juga mempertanyakan itu, emang kalau kecoa dipunahin, rantai makanannya terganggu amat apa? Kan ada serangga-serangga yang lain yang bisa jadi mangsa para pemakan serangga. (wah ini bisa jadi asal-muasal kejahatan genosida deh :p)
Dan waktu pertanyaan ini, iseng, saya lontarkan kepada senior dari Biologi itu, saya mendapat jawaban yang cukup menarik. Coba saya kasih cuplikan-cuplikan perbincangan kami waktu itu;
"...Kayaknya kalo lo berharap kecoa punah, itu ga bakal terjadi deh. Asal lo tau aja,kecoa itu adalah hewan yang berhasil bertahan dari zaman dinosaurus..."
"...yah, ekosistem pasti bakal terganggu, sih..."dan, yang paling menarik buat saya adalah...
"...sebenernya, dulu tuh di Indonesia gak ada kecoa. Kecoa tuh asalnya dari Amerika, nama latinnya aja Periplaneta americana. Terus kecoa yang kecil-kecil, yang suka ada di beras-beras pasar itu aslinya dari Jerman..."
"...jaman dulu kan orang-orang amerika banyak yang ke Indonesia pake kapal, bawa kargo-kargo gede. Nah dari situ tuh kecoanya bermigrasi..."well, kesimpulannya, Indonesia santai-santai aja dong kalau kecoa dipunahin?
:p
ah, tapi jangan jahat ah sama kecoa, kesian deh dia. Maksudnya, coba perhatikan kumbang tanduk.
Entah kenapa, menurut saya dia serangga terkeren sepanjang sejarah umat, padahal dia mirip-mirip aja sama kecoa; kecil, coklat, dan mudah diinjak.
Jadi.... apa salah kecoa sampai-sampai dia digeliin sedemikian rupa?
...
Tapi saya bakal tetap akan mengusir kecoa yang masuk ke teritori saya itu.
heheh
Pacaran
"Susah tau kalo kondisinya kayak gini, temen-temen lo mulai pada jadian semua. Bahkan, pembantu kosan lo jadian!" - seorang teman
tekun
“Tidak ada yang menang dan yang kalah. Yang ada hanyalah yang menang dan bertahan.”
Heroin
Si Avi bilang lari itu seperti berpikir. Seiring dengan langkah-langkah cepat kita melintas, otak kita juga melaju dengan pikirannya sendiri, membawa diri kita pergi ke masa yang lampau, impian, dan bahkan masalah kita sekarang.
Ah saya kurang setuju.
Bagi saya, olahraga itu seperti heroin. Saat saya lari, bermain dengan bola, atau bahkan sekedar push up (yang jarang sekali saya tunaikan :p), ada detik-detik tertentu ketika otak saya benar-benar fokus pada apa yang di hadapan saya dan apa yang akan otot saya lakukan.
Saat itu adalah saat semua kenyataan, masalah, maupun kebahagiaan selama ini terlupa sesaat dari pikiran saya.
Saya tidak sedang bermasalah juga sih hahaha, tapi ide olahraga sebagai pelampiasan (atau pelarian?) sesaat sepertinya asik juga diterapkan. Bikin badan sehat kan :3
Pembuka
Tapi, kali ini berbeda :D
Perpustakaan ITB sudah direnovasi, dengan tampak eksterior yang masih sama, tapi memiliki interior yang baru. Yah, memang tidak mewah, lagian ngapain mewah-mewah, tapi yang jelas, saya jadi semangat belajar di sini :D
Bersyukurlah saya yang pindah jurusan jadi masih punya dua tahun menikmati gedung ini. Ngomong-ngomong, nuansa warnanya jadi sama seperti perpustakaan SMA saya setelah direnovasi 5-6 tahun silam. Jingga dan hijau. Ada apa dengan jingga dan hijau?
Tapi ya sudah, bersyukurlah wahai TPB 2012! Kalian punya gedung yang enak nih, waktu saya masih
Sebenarnya saya agak sungkan untuk menceritakan tentang kehebatan perpus ITB masa kini karena takut perpus jadi penuh dan tidak nyaman lagi (egois hahaha), tapi saya harus menceritakan karena waktu itu ditegur Okihita.
"You have to learn how to get something by giving something," demikian katanya. Cmiiw, Ki, kalo salah. Haha iya sih, memang egois kalau sampai saya tidak mau bilang-bilang :P
Oh iya, semalam masa saya mimpi...
Eh jangan deh, kata Mahdi mimpi gak boleh diceritain. Haha.
Yah sudah lah, demikian pembuka hari ini dari saya, untuk saya. Ada agenda yang mengantri dalam kehidupan hari ini, mari kita layani~
Sekrup Buat Muka
Saya: teh, ada sekrup?
Si Teteh: skrup? Scrub maksudnya?
Saya: bukaan, sekrup teh.
Si Teteh: iya, scrub, kan?
Saya: bukan scrub teh, sekrup, sekrup
Si Teteh: iya, scrub, skrup yang buat muka kan?
Saya: bukan, sekrup yang buat tembok.
-__-
Berantakan
Saya kayaknya sering ngoceh ke mana-mana kalau kamar saya berkorelasi positif dengan hidup saya.
Berantakan. Kamar saya lagi berantakan, hidup saya jadi ikut-ikutan ngaco.
Sebenarnya, kayaknya sih hidupnya tetap aja, hanya saja otak ini jadi mumet dan barang susah dicari. Gara-gara itu hidup rasanya jadi ikut berantakan. Uhuy.
Kapan nih beres-beresnya?
Dj Akarta!
Iseng, coba saya cari berapa jumlah mall yang menjadi warga ibukota ini. Ternyata, menurut vivaNews, sudah terdapat lebih dari 170 pusat perbelanjaan di DKI ini!
Mungkin, ini semua ada hubungannya dengan desain kota Jakarta yang sudah tidak nikmat bila dihayati dengan jalan kaki.
Mataharinya panas sih.
Eits, jangan salahin matahari, kalau matahari disuruh jadi dingin, nanti kita kembali ke jaman es (ngomong-ngomong, saya belum menonton Ice Age 4 nih HIKS HIKS).
Salahkan kita yang membuang pohon, semak, dan rumput, menggantinya dengan kongkrit dan aspal. Dengan kongkrit dan aspal dan semen dan lain-lain, gelombang cahaya matahari akan terpantul, tidak terserap seperti pada pepohonan rindang, jadi, ya, makin panas, coy. Belum lagi polusi udara dari kendaraan yang berjibun di kota ini. Dan copet. Dan jambret. Dan bencong. Makin tidak nyaman lah dunia kita ini, masberooooo.
Memang, Jakarta tampak seperti didesain bagi kehidupan mobil, saja.
Tidak aneh jika ruang publik Jakarta sebagian besar berada di dalam mall, gedung besar ber-AC, yang hampir tidak ada spot gratis untuk sekedar duduk.
Tapi, sebenarnya, yang dibutuhkan orang-orang di sini apaan sih.
Kalau saya pribadi, agak keberatan dengan sedikitnya ruang publik yang bisa dihinggapi dengan gratis. Meskipun, di dunia ini tidak ada yang gratis, jadi ya ruang publik itu mungkin saja dibiayai dengan pajak dari orang tua kita, tapi setidaknya gratis, yang, yah tahulah ya maksud saya.
Ceritanya kan saya mahasiswa nih, waktu itu pernah membuat suatu janji bersama teman-teman di Jakarta, untuk membuat tugas, dan kami berpikir keras tempat mana yang enak buat membuat tugas tanpa harus beli minum atau camilan.
Atau, di kesempatan lain saya pernah sekadar janji bertemu teman SMA, dan susah juga mencari tempat nangkring gratisan. Yang terus menerus muncul di kepala hanyalah Starbucks (kan mahal :/ ), McD, dan tempat-tempat sejenis. Intinya mesti beli minum, kalau tidak beli dipelototi mbak-mbaknya. :p
Oh iya, di dekat rumah saya ada BKT (Banjir Kanal Timur), tahu kan? Sungai, yang saya pikir, telah menyelamatkan Cipinang Indah dari banjir tahunan. Hihi. Nah, di pinggir kanal tersebut, dibangun juga dua jalur jalan untuk keperluan inspeksi. Jadi, sejatinya, sesungguhnya, dan sejujur-jujurnya jujur bisa jujur, jalanan itu sebenarnya tidak boleh digunakan untuk keperluan umum. Tapi, sekarang, jalanan di samping sungai itu sudah penuh dengan pasar kaget dan ramai dikunjungi muda-mudi bermotor, pacaran di pinggir sungai sambil menikmati pemandangan air mengalir riuh rendah.
Yah, mungkin fitrah manusia memang senang menikmati alam tanpa terkungkung dalam tembok-tembok berbentuk kotak itu. Pengennya melihat langit, bukan langit-langit.
Selain itu, di dekat rumah saya ada yang disebut Pasar Gembrong. Doski adalah sebuah pasar tumpah yang isinya mainan anak-anak semua. Ada karpet juga sih, sedikit. Pasar itu selalu membuat kemacetan di Jalan Baru. Sama macetnya dengan yang diakibatkan oleh Pasar Jatinegara. Dan Pasar Senen.
Yang saya tekankan di sini bukan macetnya, tapi kemacetan itu adalah bukti bahwa pasar itu selalu ramai pengunjung. Banyak warga Jakarta yang punya kepentingan untuk membeli kebutuhan, dan tentu saja membuka peluang mencari nafkah.
Tambahan lagi, berapa banyak warteg-warteg tidak legal yang ramai tumbuh di trotoar-trotoar jalanan? Subur dan banyaknya jumlah mereka, bagi saya, menunjukkan besarnya peluang dalam usaha tersebut, yang artinya banyaknya konsumen, alias warga Jakarta, yang mengantri makan-murah-tapi-enak-di-pinggir-jalan-jorok-dikit-bodo-amat-asal-nikmat.
(Kadang-kadang, sate di restoran mahal kalah enak sama sate abang-abang. Kalau dari asumsi saya dan ibu saya sih, itu karena sate mahal tidak ada keringat abangnya :p)
Dilihat dari fakta-fakta umum tadi (maaf ya, tanpa data), apakah benar pembangunan mall masih jadi kebutuhan warga Jakarta?
Kalau di mata saya sih, warteg pinggir jalan, pasar tradisional, dan ruang terbuka hijau masih tetap menjadi kebutuhan warga sini, harusnya sama difasilitasinya dengan kebutuhan untuk jalan-jalan di mall.
Mungkin kurang adil jika saya tidak menyebutkan fakta tentang mall. Tumbuhnya mall di Jakarta seperti jamur di musim hujan ini rasanya cukup membuktikan juga bahwa peluang ekonomi dalam mall cukup besar.
Tapi, ya kalau bangun mall pasti memainkan nominal uang yang lebih besar daripada Pasar Gembrong lah ya. Maksudnya, secara jumlah, bukan persentase ya, kalau persentase saya tidak paham, hampir pasti mall menghasilkan nominal untung yang lebih besar daripada si pasar. Bandingkan saja jualan satu tas di Prada dengan selembar karpet di Pasar Gembrong. Kalau harganya sama sih, antara yang di Prada pasti saya beli, atau yang di Pasar Gembrong yang kurang ajar mahalnya :p
Ehehe.
Oh iya, sekedar trivia singkat, pada tahun 2010, ruang terbuka hijau di Jakarta masih kurang dari 10% loh, padahal harusnya minimal 30%.
Astaga, Naga!
Seperti Harvest Moon waktu itu. Hihi.
Duduk Diam
Hmm
Tapi, masa-masa mereka masih ngehip jadi salah satu momen yang saya rindukan. Bukan karena saya ngefans sama mereka, yah saya memang suka banget sih sama lagu-lagu mereka, tapi dasar rindu saya lebih ke kangen masa kecil itu loh. Haha. Saat dunia, rasanya, lebih mudah. Dan bergantung kepada orangtua dan kakak masih jadi hal wajar yang boleh saya, anak SD, lakukan. Kalau sekarang kan ada yang namanya tanggung jawab yang pelan-pelan mulai menggerogoti masa kecil.
Eh tapi parah, si Duta ganteng bet sekarang di Tv, ini rekaman java rocking land, kya.
Sebelum ini, saya sedang tidur-tiduran di kamar, mengenakan celana dan baju tidur. Tiba-tiba kakak saya muncul di kamar saya *ting* dan minta ditemani pergi ke ATM. Segera, saya berganti celana, tapi mager ganti baju. Demi memenuhi kemalasan saya, saya sekedar mengenakan jaket untuk menutupi piyama ini.
Tapi Ibu saya selalu protes kalau saya pakai jaket di Jakarta. Kayak orang sakit, katanya.
Makanya saya suka di Bandung. Dingin, meskipun tidak setiap saat, tapi mengenakan jaket merupakan hal normal. Apapun kaos yang saya pakai tidak akan masalah karena saya akan pakai jaket!
"maka kehangatan yang kau rasa," nyanyi Duta.
Ngomong apa sih
Inikah surga cinta yang banyak orang pertanyakan?
Agak kasihan juga sama abang-abangnya, sudah kerja dari siang tadi sampai malam ini belum selesai juga. Puasa pula.
Kakak saya sedang membaca koran di sofa, sementara saya tiduran di lantai sambil mengetik di laptop ini. Tumben, dia sudah pulang dari sebelum jam 9. Biasanya, kalau lembur seringkali sampai hampir ganti hari. Sudah mau lebaran, mungkin. Pegawai kantor makin malas, otak berubah jadi ketupat, dan jam lembur disembunyikan, mungkin?
I'm barely hanging on. Here I am once again. I'm torn in to pieces.
Oh iya, omong-omong soal jam, ibu saya kemarin berkata,"orang Indonesia tepat waktu kalau buka puasa doang."
Haha, guyonan nyinyir yang sebaiknya jangan kita amini.
Dan, nyamuk banyak sekali di ibukota ini. Sibuk mengelilingi benda-benda yang warnanya hitam seperti malam, rombongan berisik di samping kuping. Yang paling menyebalkan adalah lincahnya mereka yang lihai dalam menghindari tepukan tangan-tangan yang gemas.
Planet Venus yang indah, seperti dari emas.
Yah, tapi, bagaimana pun juga, roh kita hidup dalam tubuh seorang manusia yang penuh dengan reaksi-reaksi kimia. Hanya Dia yang mengatur, jadi kalau reaksi kimianya lagi menyebalkan, misalnya yang efeknya sering terperikan pada cewek-cewek yang mengaku PMS, ya mari kita kembali kepada Dia, yang membuat hormon dan memasukkan perasaan dalam relung setiap kita.
Ngomong apa sih gua haha
Curah
Tidak, sih, saya tidak sedang melakukan pekerjaan monoton yang rutin. Hanya kepikiran saja, melihat syal setengah jadi saya tergeletak di meja kopi ini. Marunnya menyatu dengan nuansa ruang tengah yang remang ini. Rapi jaihtannya, tidak seperti pikiran saya saat ini yang sedang sangat acak.
Meloncat-loncat dari satu ingatan ke masa lain, sampai saya tidak paham lagi sebenarnya saya lagi berpikir tentang apa.
Memikirkan masalah?
Hah, siapa, sih, yang tidak punya masalah?
Kata mereka, orang gila.
Ah kata siapa?
...
Au ah gelap.
Omong-omong, saya ingin deh bisa terbang. Tidak mesti secara magis, dengan teknologi pun saya tidak masalah. Saya saat ini membayangkan sebuah alat berbentuk mirip joystick, namun dengan ukuran yang lebih besar yang nyaman digenggam dua tangan, berwarna krem, dengan berbagai tombol-tombol rumit terhias di permukaannya. Lalu kita tinggal menekan beberapa tombol, berlari sambil mengacungkan joystick itu ke depan, lalu, yap, terbang!
Atau sebuah tas dari material logam dengan dua lubang di bagian bawahnya. Kenakan ransel itu, jangan lupa masukkan bahan bakar minyak, namun kalau kau punya dompet yang cukup tebal, silakan beli solar cell nya, nyalakan tombol, dan BOOM! Api akan keluar dari dua lubang tadi dan kita melayang melawan gravitasi di angkasa.
Bisa juga sebuah sapu terbang bohong-bohongan dengan dinamo yang berisik suaranya. Namun, kita bisa terbang seperti para penyihir di cerita-cerita itu terbang. Serta teknologi bola-bola Quidditch telah diteliti sehingga permainan Quidditch mulai jadi olahraga internasional. Namun, teknologi untuk Snitch belum ditemukan, karena terlalu susah untuk memasukkan pikiran robot dalam bola sekecil itu, untuk mampu terbang menghindari para Sneeker.
Bludger mungkin tidak diciptakan, ya. Anarkis sekali, ya, haha. Kita kan tidak punya Madam Pomfrey.
Ah entahlah saya berpikir apa saat ini.
You've Got Mail
Surat sungguhan! Haha akhirnya dua hari yang lalu saya datang ke kantor pos untuk mengirim kartu-kartu ucapan, mulai dari teman luar kota, luar pulau, sampai luar negeri. Uhuy.
Sebelum itu saya juga menemukan website http://postcrossing.com. Website itu memberi kesempatan kita untuk bisa berkirim postcard dengan orang-orang lain dari luar negeri. Wih, rasanya seperti situs dunia maya paling nyata :D
Eh sebentar lagi saya ulang tahun, kalau ada yang bisa kirimin saya hadiah berupa surat yang dikirim via merpati... Wih! Tak tahu harus berkata apa! Ahaha
Parkir
Cerita lagi.
Biasanya tukang parkir mah diturutin sama pengendara mobilnya ya. Berwibawa gitu, reliable doal maju mundur, puter kanan, kiri mentok dll.
Tapi kemarin dua teman saya mencetak sejarah baru dalan perparkiran.
CAST
DINAR SURYANDARI as pengemudi cantik
MAHDI KARIM as tukang parkir
ACTION!
Pengemudi cantik sibuk melirik spion dan buru-buru memutar setir.
Sang tukang parkir memperhatikan sudut-sudut mobil si pengemudi agar tidak lecet satu mili gores pun.
Tukang parkir: terus, terus, terus
Pengemudi cantik: (mengikuti pedoman sang pemarkir, terdiam)
Tukang parkir: kiri, kiri!
Pengemudi cantik: kanan, kali!
HAHA mungkin kalau dibaca tidak lucu-lucu amat, tapi saya sebagai pemirsa saat itu sampai ngakak loh haha.
Tempo Dulu
Saat aku rasakan besarnya dunia
Semua orang dewasa tersenyum melihatku
Di bawah dagu mereka aku mendongak
Dengan proporsi pipiku yang melebihi setengah wajah
Ketika mataku sama tingginya dengan freezer
Tanpa perlu merunduk mencari makanan-makanan dalam kulkas
Serta dashboard mobil yang menghalangi pandangan
Semua peristiwa adalah petualangan
Imajinasi liar mengiringi setiap perjalanan
Pohon itu bisa jadi sebuah musuh jika kumau
atau menjadi sebuah rumah di tengah dusun terpencil
bahkan teman setia yang bisa bermain bersama
Petualangan terhebatku bisa menemukan gang terpencil ke komplek sebelah
Aku bisa menangis ketika pekerjaan rumah seperti hantaman kereta
Pakaian terculunku adalah rok merah yang sudah pudar
Dan aku merasa tampil keren dengan jeans baru dari Ibu
Aku bisa berlari kemanapun
Seolah energiku tiada pernah habis
Semua pohon adalah tebing tinggi yang menantang
Semua atap adalah gunung raksasa yang siap kutaklukkan
Aku bisa menciptakan lautan di atas kasur dengan selimutku
Bahkan sebuah rumah mewah dengan sofa buluk di rumahku
Lantai rumah kulihat seperti sebuah papan besar ular tangga
Dan langit-langit adalah kanvas besar yang menunggu dihiasi
Tiada yang aneh melihatku menari sendiri
Bergerak sendiri dalam fantasi
Aku bisa bangga setengah mati dengan rangking sekolahku
dan aku tidak perlu tersenyum sopan kepada semua orang dewasa
Aku memang lupa rasanya jadi anak kecil
Tapi toh ternyata aku ingat juga
Telaga kenangan yang enggan menguap dari memori
Menebalkan rindu suasana tempo itu
Pekatnya ingatan membebani berat hidupku hari ini
Karena sejak dulu juga, aku tidak pernah mau cepat-cepat besar.
Tauge
Kami sama-sama ikut KKN Tematik dari ITB! Yuhu, kuliah hepi-hepi, meskipun diwarnai dengan rapat dan pekerjaan di setiap harinya, tapi capsa, kartu nyamuk, langit berbintang, sawah membentang, dan gemericik sungai juga ikut berkontribusi dalam kehepian kami.
Tapi bukan itu yang kali ini saya mau ceritakan. Saya mau cerita tentang teman baru saya itu.
Jenis kelaminnya perempuan. Memakai kacamata yang biasa-biasa saja, alias tidak gaul. Wajahnya datar, lembut, dan serius. Suaranya pelan, digunakan hanya untuk saat-saat penting saja. Setahu saya, dia salah satu tim senator di himpunan.
Disangka anaknya serius macam apa gitu.
Tak dinyana, percakapan aneh mengalir juga dari sela bibir beliau.
Ckck, geleng kepala saya.
Akrab dipanggil Dinar, bahkan dia pernah menirukan ekspresi senyum-tiga-jari seorang cheerleader. Tak terhindarkan, ledaklah tawa satu kelompok. Dinar Ramadhani ini rupanya... sebelas-duabelas sama Aming kah?
Ini dia quote yang, dengan bangga, saya kutip dari Sang Mata Uang Iraq ini, nyaeta:
Saya: (asik merajut) eh Nar, tapi kalau ngerajut gini suka bikin galau sendiri tau. Abisnya kalo lagi ngerajut, pikiran bisa kemana-mana terus jadi galau.
Dinar: Iya, iya, kalo ngerjain sesuatu yang rutin dan monoton, otak bisa mikir macem-macem. misalnya kayak lagi nyabutin toge.
nyabutin toge
nyabutin toge
nyabutin toge
whaaaat???
hahaha, gapapa sih tauge juga gapapa, tapi baru pertama kali aja denger perumpamaan cem kitu hahaha.
Dalam Redam
Cepat, seperti besi mengkarat
Rekat kita walau tak dekat
Sekotak cinta dan benci aku genggam
Intip, di situ dunia mendurja berpesta
Dunianya jauh duniaku
Jauhkah, jauh?
Inikah sulit tembus hutan berbelit
Lumut menyatu, tanah berteman
Binatang di mana-mana!
Alam meraja
Itukah susah dalam kisah?
Lama, lebih dari henti dalam koma
Lambat, waktu putar bagai sahabat
Tuhan, dunianya jauh duniaku
Tidak mutakhir ini redam
Panjang waktuku tersita untukMu
Inikah susah?
Ketika cepat terkisah tepat
Bila apa salahnya
Saat lambat, tertambatkah aku padaMu?
Difference
"Hey, Jess, try to say 'water',"
"Wotah?"
Yew Thong, Singapore guy
"So, if you're eating by yourself, you usually say 'I'm eating alone', right?"
Everybody nodded.
"But in Singapore, you can just say 'I eat myself'."
Jacqueline, loves Singlish very much.
"Singlish is about how you speak lazy. It's a lazy English."
Isaac, the Hongkong boy
"Isaac, what does that mean?" I pointed at Mandarin characters.
"Shi... Wo bu che dao, it's read ... (speaking in Mandarin distinctively) and, um, oh sorry did I just speak in Mandarin?"
-__-
"Yeah, you
Hui Xin, loves SNSD
I was practicing my Korean.
"Hui Xin, namjak chingu juseyo?"
"HAHA you just said 'give me boyfriend'!"
"HAHA NOOO, I meant 'namjak chingu isseoyo?' (do you have boyfriend?)"
// "Her hair is very straight. Mashiseoyo (delicious)."
"HAHA"
"OH! -__- I meant moshiseoyo (beautiful)!!"
Ain and Ufai, Malaysian students
"Bisa tolong ambilkan sendok?"
"Sorry?"
"Eh, hm, spoon."
"Oh. Di Malaysie ini suduk dan garfu."
"Oh, di Indonesia ini sendok dan garpu."
"Sendok yang itu."
"Oh, itu centong."
"Centong yang untuk mandi."
...
"Itu gayung."
(akan diperbarui lagi kalau ada yang menarik)
Semalam
Bertepatan dengan itu, para Death Eaters berhasil menemukan saya dan saya langsung lari. Mereka mengejar saya, akhirnya saya pergi ke pojokan rak buku, lalu jongkok di sana pura-pura jadi batu (what????! -_-).
Dan mereka percaya dong kalau saya itu batu. Krik.
Lalu akhirnya seorang teman saya datang menyelamatkan saya dan langsung duel dengan Death Eater itu.
Haha. Mimpi aneh.
Introduction
"What's your name?"
"Yu Tong."
"Su."
"Hui Yin."
"Hui Xin."
"Okay, err, sorry, what's your name, again?"
"I'm Hui Xin."
"I'm Hui Yin."
...
"Pardon?"
"Yoon Seok. Just call me Yoon, please, sometimes people don't pronounce it well, so it's heard like you suck."
Matanya menatap dengan familiar.
"Yes, you too?"
"Ya. Where are you from? Indonesia?"
"Yes."
"AH, AKHIRNYA. Tapi saya harus pergi haha yaudah duluan ya."
jadi, siapa yang hebat hayo?
Dapat membaca sebuah buku, itu pun tampaknya sederhana. Terdapat serangkaian kalimat tercetak di bundelan kertas, kita menangkap bentuk hurufnya, membacanya dan memahaminya sebagai sebuah makna.
Semua hal yang kita pahami, mengerti, dan kita kuasai dengan baik sampai saat ini, banyak kaitannya dengan apa yang telah kita baca. Bukan hanya baca, tapi juga dengar, rasakan. Semua yang disampaikan oleh indera-indera kita ini.
Jadi, sebenarnya, saya sekarang mampu memahami materi integral, rumus-rumus fisika, dan apapun itu, semua tidak lepas dari kumpulan informasi yang sudah saya timbun dari kecil.
Intinya, maksud saya, memahami ilmu-ilmu tersebut, sepertinya adalah suatu pencapaian yang membanggakan bagi seseorang. Padahal, sebenarnya, ilmu-ilmu itu sebenarnya datangnya dari dunia luar yang ditangkap oleh indera lalu diolah oleh otak kita, misalnya ya membaca tadi.
Saya coba kutip dari buku Psikologi Komunikasi karangan Drs. Jalaludin Rakhmat, M.Sc.
"...Ketika Anda membaca buku ini, retina mata Anda, yang terdiri dari 12 juta sel saraf lebih, bereaksi pada cahaya dan menyampaikan pesan dari cabang-cabang saraf yang menyambungkan mata dengan saraf optik. Saraf optik menyambungkan impuls-impuls saraf itu ke orak. Sepuluh sampai 14 juta sel saraf pada otak Anda, disebut neuron, dirangsang oleh impuls-impuls yang datang. Terjadilah proses persepsi yang menakjubkan. Bagian luar neuron, dendrit, adalah penerima informasi. Soma mengolah informasi dan menggabungkannya. Axon adalah kabel miniatur yang menyampaikan informasi dari alat indera ke otak, otak ke otot, atau dari neuron yang satu kepada yang lain. Di ujung axon terdapatlah serangkaian knop (terminal knobs) yang melanjutkan informasi itu..."
Yang mau coba saya sampaikan, kehebatan kita akan pahamnya akan sesuatu ilmu itu, sebenarnya bersumber dari sesuatu yang kita anggap mudah, sederhana, dan wajar, yaitu proses persepsi dari indera kita terhadap dunia luar, seperti membaca, mendengarkan, mengalami, dan sebagainya. Padahal, sebenarnya, proses itu merupakan proses yang jauuuuuuuuuuuh dari sederhana. Seperti dapat dibaca di atas, kita bisa ngerti proses saraf itu pun belum tentu. Melibatkan jutaan sel saraf yang bahkan kita lihat saja belum. Selama mencoba membaca atau mendengar itu, terjadi proses yang kita sadari pun tidak.
Ada sesuatu yang hebat merangkum di sini.
Jadi sebenarnya, kita lebih pantas untuk bersyukur daripada berbangga atas semua ilmu yang sudah kita serap dan pengalaman yang kita pelajari.
Ah, kali ini, saya agak sukar menuangkan isi pikiran saya, tapi ngerti-ngerti aja kan? ~_~
widya kelana
"That's not to say that infrastructural technologies don't continue to influence competition. They do, but their influence is felt at the macroeconomic level, not at the level of the individual company. If particular country, for instance, lags in installing the technology - whether it's a national rail network, a power grid, or a communication infrastructure - its domestic industries will suffer heavily."Dapat poinnya, kan? IT bukan lagi faktor yang terlalu berpengaruh dalam kesuksesan sebuah perusahaan. Tapi, pengaruhnya hanya akan terasa di level makro. Kalau teknologi, infrastruktur maupun informasi, belum menunjang dengan baik di suatu negara, maka industri lokalnya akan sangat menderita.
Mungkin penulis tidak bermaksud begitu, tapi saya langsung merasa negara saya sedang ditunjuk oleh si penulis.
Dalam artikel ini juga disebutkan sejarah-sejarah mengenai perkembangan infrastruktur (penulis menggunakannya untuk membuktikan bahwa IT sudah berada di siklus akhirnya). Contoh-contoh yang penulis berikan antara lain penemuan jalan raya, pembangunannya, betapa langkanya jalan raya saat itu sehingga memiliki akses menuju jalan raya merupakan daya saing yang sangat besar, sampai kini menjadi komoditas umum, yang sudah tidak terlalu berpengaruh pada kesuksesan perusahaan secara individual. Pola yang sama diikuti oleh rel kereta api, pembangkit tenaga listrik, dan, menurut penulis, sekarang diikuti juga oleh teknologi informasi.
Saya tidak akan membahas mengenai poin tadi, tapi, saya langsung, yah sedih juga, saat menyadari, semua yang ada di 'sejarah' mereka itu, listrik, rel kereta, bahkan jalan raya, saat ini belum cukup baik di Indonesia. Berapa orang yang protes mengenai jalan di Tamansari, Bandung, yang bocel-bocel kayak bulan? Berapa orang berusaha melakukan pengabdian masyarakat dengan memasukkan listrik ke daerah Indonesia yang belum tersentuh lampu sama sekali?
Bahkan, ketika negara maju sudah hampir sempurna infrastruktur teknologi informasinya, Indonesia sepertinya masih terus mengembangkan infrastruktur yang pembangunannya sudah jadi 'sejarah' negara-negara maju tadi.
Hmm.
Pantas saja, banyak yang mengatakan kita belum siap untuk globalisasi. (jadi teringat isu yang pernah diangkat Kajian Strategis KM-ITB: ACFTA, MP3EI, dll. mungkin bisa digugel kalau mau lebih ngerti?)
PR banyak nih buat kita :D hihi, ya gapapa lah, kalau kata dosen saya, dan saya suka kalimat ini,
"Masalah adalah peluang perbaikan."kita seperti dihadapkan pada ribuan proyek untuk dikerjakan :D seru juga kan hahahahaha daripada ga ada kerjaan samsek ntar tiap hari malah nonton doraemon doang. Doraemon juga munculnya seminggu sekali doang kali, jam 8 pagi hari Minggu di RCTI *loh kok ngiklan*.
Sedikit ingin mengaitkan dengan yang selama ini saya kerjakan di acara Pasar Malam ITB; UMKM sangat terkait dengan masalah infrastruktur ini. Dulu saya sempat berdiskusi dengan beberapa orang di ITB, dan tanggapan mereka adalah keilmuan di ITB, kecuali beberapa jurusan, kurang terkait dengan UMKM. Saya, awalnya, setuju dengan pernyataan tadi. Tetapi, setelah dipikir-pikir, yang akan dikerjakan teknik sipil, lingkungan, penerbangan, kelautan, geodesi, arsitektur, planologi, elektro, informatika, daaaaaaaan lain-lain, kan infrastruktur juga!
haiya! :D
rasanya kemampuan menulis saya mulai menurun
padahal saya punya internet di HP. kenapa tidak digunakan ya?
emang lebih malesin sih kalau nulis di HP. di laptop saja mata cepat lelah, bagaimana di handphone? kecil, silau pula. hmm. rasanya ingin kembali ke dunia analog. tidak juga sih, banyak kemudahan dari dunia digital ini, tapi rasanya, makin banyak pula yang... palsu.
palsu, bet.
lari di candi saja bisa sambil duduk dan hanya menggunakan jari. if you know what I mean.
yasudah. rasanya komentar saya tentang dunia digital, teknologi, dan antek-anteknya pernah saya bahas di blog ini sebelumnya. sekali lagi, saya suka kok teknologi. saya sendiri pengguna teknologi-teknologi mutakhir itu. tapi yah, jangan sampai dunia asli kita yang fana ini terlupakan. coba saja lihat, kenapa dunia pariwisata masih terus berjalan? kenapa orang masih suka ke pantai, naik gunung, dan bertualang keliling dunia? padahal kan, semua itu bisa diakses melalui foto-foto dan google.
ya karena memang lebih seru mengalami langsung yang aslinya daripada lewat google. dunia asli masih jauh lebih indah dan menyentuh lebih banyak indera kita daripada foto-foto digital itu, setuju?
setujuan, bro.
coba lihat komik ini, book of future
sepertinya dia juga sepikiran dengan saya. baguslah. hoho.
yah, saya hari ini, diwakili oleh tulisan ini, sebenarnya hanya ingin membersihkan sedikit debu dari ceret usang tadi. semoga laba-labanya cepat gulung tikar dari sini.
Semoga Masih Sempat
Waktuku mungkin sebentar, mungkin kumasih diberi penangguhan.
Butuh lebih dari dua dekade untuk aku menyadari, memaknai.
Kesempatan itu, perjumpaan itu, seperti matahari mengintip di ujung subuh
Pengetahuan itu, pelajaran itu, cahayanya tak terkira.
Semua ada di tangan-Nya.
Jam terus berdetak, doaku tidak sia-sia usia ini.
Semoga masih sempat.
Karena Karena
Ketika apa ditimbang
Karena mengalikan
Melipatgandakan apa-apa
Apa-apaan!
Tertulis di sana mereka yang berlaku
Dia pikir dia baik?
Apa-apaan?!
Karena karena segalanya
Apa yang kau lakukan?
Tertutupkah matanya?
Seperti berjuang, untuk berkhianat, kaukah di sisi kami?
Dia bilang, karena!
Apa-apaan, hanya seujung jarilah kita
Seperti kau celupkan itu ke lautan luas
Di situlah kita, yang tersisa
Seperti sebuah titik bintang di malam hari
Tertutupkah matanya, galaksi-galaksi raksasa bertaburan
Begitu besar, kuasa itu
Tertutupkah matanya, samudra luas menderu
Setetes air kita di antara
Siapa? Siapakah dia?
Apa yang kau lakukan?
Karena karena kau harus genggam di hati
Seluas alam semesta, ketika bintang berkelip lemah
Setetes air dan setitik debu
Lihatlah itu gunung nan besar, memasok bumi hingga ke dalam
Hancurlah dia nanti, begitu besar, kuasa itu
Karena itu kau harus tahu
Karena karena membuatmu mau
Tertutupkah matanya?
Sia-siakah?
Sudah Maret Lagi
singkat aja
gue pikir gue ga akan ada koneksi internet di kosan ini, tadi siang gw sampe kayak orang oon nempel-nempel ke tembok ujung berharap dapet percikan wifi dari arjip 4 alias tetangga hahahaha. dapet sih ternyata, lumayan juga, poor signals tapi. terus on off on off gitu. yaudah gw jadi ogah, lagian daerah yang dapet sinyal di pojokan dan gelap. ntar orang mikir gw macem-macem lagi. haha.
akhirnya gue balik ke kamar dan tiba-tiba dapet ide (ting! ada lampunya keluar) 'coba bikin modem pake hp aja'
DAN SUKSES.
haha menyenangkan sekali, koneksinya lumayan cepet lagi. masang Ym gak mati-mati.
wew, teknologi memang sudah berkembang. top markotop rotoptoptoptop (Y)
Yaaah, teruntuk yoan, kalo lo mau online bisa nyolong wifi HP gue. ntar gw kasih passwordnya asal lo bawain oleh-oleh ye dari singapur.
tapi sedihnya, ini jam setengah 3 pagi, dan semalem gw belom makan malam -_-
gara-gara paginya olahraga lalu lanjut beberes kamar, sore-sore pas selesai gue tepar banget. terus ya itu, gue nempel-nempel tembok nyari wifi, dan balik-balik malah internetan di kasur. ceritanya mau nunggu solat isya nih, eh malah keboboan. ngek. belom makan malem. tadinya pengen ngajak temen makan, tapi males sms, yaaaah beginilah jadinya.
sekarang kepikiran pengen sahur tapi ga ada makanan. pengen keluar cari makan, tapi...
nyaaah nyacuda, marilah menyelesaikan hal-hal yang belom selesai kemaren malem. kyakya.
seharusnya
tapi, wah, betapa tidak menyangkanya sekali gue. setelah sekarang hampir selesai, gue baru menyadari betapa baiknya selama ini. rasanya..... gue tidak cukup berterimakasih dengan itu.
seharusnya, gue lebih berterimakasih.
"Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat lalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)"
Jadi, apa?
Anjing
"Anjing lo!"Aku menoleh. Laki-laki berbadan pendek berada di hadapanku. Bibirnya bergetar, nafasnya terengah-engah oleh teriakannya sendiri.
Laki-laki pendek itu sampai basah oleh keringat di mukanya. Kemarahan itu sepertinya benar-benar membakar ubun-ubunnya.
"Dasar anjing tolol, bisanya kabur doang! Pengecut lo, dasar anjing! Beraninya main di belakang! Anjing!"Aku bersuara pelan -- dan, seperti yang kuduga, orang itu tidak peduli. Kenapa dia berkata seperti itu? Itu kasar sekali, aku sampai ingin menangis. Aku tidak pernah kabur dari apapun, aku juga tidak pengecut dan aku tidak hanya berani main di belakang.
"WOI! Jangan diem aja! Semua gara-gara lo! Gua gak mau tau, lo yang tanggung jawab, jing! Lo pikir, ini semua bisa dibayar pake duit hah?!"Aku benar-benar sedih, aku tidak pernah berbuat kesalahan, apa yang harus aku pertanggungjawabkan?
"WOI NJING!"Aku menyahut lemah,
"Guk."
Australy?
Saya tiba-tiba teringat pada percakapan di suatu tahun 2009. Ceritanya, Yoan waktu itu mau kirim surat via pos ke Nadia, di negeri kangguru sana. Entahlah, kebodohan memang sedang melanda kami.
Yoan: eh australia tulisanna gimana ya (bersiap menulis di amplop kosong)
Prianka: austra...
Yoan: a u s t r a l y, ya?
Prianka: eh, pake 'y' apa pake 'ie' ya?
Yoan: aduh...
Mbak-mbak pos: (nada datar, muka bete) A U S T R A L I A.
Krik.
Angkot Penuh Cerita
10 Januari 2012
Dua orang anak SMP duduk di pojok mikrolet, berhadap-hadapan. Yang satu cewek, satu lagi cowok.
Sementara saya asik membenarkan rambut yang terus menerus tertiup angin, mereka bercakap-cakap sesekali. Percakapan didominasi oleh si cewek. Saya tidak terlalu memperhatikan, angin menyerbu wajah saya, membawa serta partikel-partikel debu dan benih polusi lainnya sehingga saya harus menyipit jadi mirip orang Jepang (eh, nggak deng, kan kata s*nzhui orang Jepang itu putih hahahaha).
"...baru putus katanya," dengung si cewek.
Saya menoleh, jadi tertarik pada yang baru saya dengar, percakapan anak SMP.
Cowok mengangguk tidak peduli.
"Iya,"lanjut Cewek,"Nia putus. Lo tau Rama ga? (cowok menggeleng) Itu yang ketua ----- (motor lewat, saya tidak dengar kata-katanya) ... dia mantannya Nia, tapi masih sayang sama Nia. Jadi dia gak rela ngelihat Nia diduain, makanya deh sekarang jadi kayak gini."
Cowok menggumamkan sesuatu. Cewek melanjutkan,"gue juga masih sama Adam. Dia tau gue masih sama Adam. Gue juga tau dia masih sama si itu. Makanya, ah, ribet deh."
Mikrolet melaju kencang, saya menyiapkan uang dan,"kiri, Bang."
Kisah Si Pek
Hai. Nama saya Pek. Ibu saya orang Thailand, Ayah saya orang Indonesia, tapi mereka sudah bukan suami istri - paham maksud saya?
Bulan lalu Ibu saya menikah dan saya memutuskan untuk pindah ke Indonesia, bersama Ayah saya. Jangan pikir selama ini saya jarang bertemu Ayah. Dia itu orang penting katanya, makanya banyak duit dan bisa bolak-balik Jakarta-Pattaya atau sekedar mengirimkan saya tiket Garuda ke Jakarta.
Saya sekarang kuliah di suatu universitas terkenal di Indonesia. Meskipun ayah saya orang Sunda dan saya bisa berbahasa Indonesia, tapi logat saya masih aneh. Tidak, saya tidak menganggap diri saya beserta logat saya itu aneh. Tetapi, anak-anak Indonesia itu, memang tidak di depan saya tapi saya tahu, berkata demikian.
Saya tidak peduli, sampai suatu saat saya menyadari mereka menganggap nama saya aneh. Padahal, justru nama mereka yang aneh. Bunga. Apa itu? Mawar, Bimo, Nadila, Putri.
Aneh semua.
Tahu tidak, nama saya itu bagus.
Tanpa saya, ekspektasi hanyalah sebuah ekstasi.
Teknologi
Rasanya, di mana-mana juga, saya lihat mereka (kecuali kakak saya) memainkan potong-potongan buah -- yang buahnya loncat-loncat dan kita harus memotongnya ala ninja, seolah-olah kita pakai pedang padahal cuma nyentuhin jari ke monitor. Saya juga pernah memainkan permainan itu dan memang seru. Bukan seru sih, tapi gravitasi gamenya semacam besar gitu. Adiktif. Selain itu, ada juga si burung marah alias angry birds yang diluncurkan membunuh babi-babi hijau. Padahal babinya mukanya lucu loh, kenapa harus dibunuh? Hmm, mungkin karena mereka haram (asal). Hahaha.
Oh iya, ngomong-ngomong soal Angry Birds, waktu itu saya pernah melihat post di 9gag yang agak nyinyir. Haha, ini dia:
Hmm, gak tau sih apakah benar computing power HP-HP kita sekarang lebih besar daripada milik NASA waktu itu, tapi yang jelas, yah, kita sudah berada di zaman yang... kalau orang-orang bilang, 'lebih mudah'.
Saya kurang setuju sih kalau hidup sekarang dibilang lebih mudah. Menurut saya, setiap hal yang dianggap positif dan memudahkan umat manusia, pasti diiringi kesulitan juga.
Eits. Negatif benar pikiran barusan. Hahaha.
Gini deh, setiap manusia diberi kesulitan, pasti Tuhan memberi kemudahan juga di situ (sama saja sih, cuma kata 'kesulitan'nya didahuluin daripada 'kemudahan' biar kesannya lebih positif thinking). Mungkin, teknologi-teknologi yang diberikan Tuhan pada kita sekarang karena adanya cobaan-cobaan lain yang lebih - lebih apa, ya? bukan lebih berat, hmm, mungkin, lebih berbeda dibanding zaman dulu.
Dan akibat kemudahan itu juga, tuntutan bukannya makin diberatkan ya? Yaudah, langsung pakai contoh konkret; dosen saya bilang waktu zaman beliau kuliah, beliau ada tugas besar menggambar teknik part mesin di kertas dan itu membuat dia begadang berhari-hari. Tapi, tugas kami sekarang lebih ribet; harus membongkar mesinnya, membuat gambar per part di komputer (yang nyatanya lebih mudah dan cepat dan praktis daripada gambar tangan), lalu menggabungkan part-part itu menjadi model mesin di komputer. Dosen saya bilang, kalau dulu saya disuruh begitu juga, bisa-bisa saya begadang berminggu-minggu, tapi kalian kan sudah mudah, ada software, jadi ya kalian bisa disuruh begitu.
Intinya: jaman dulu sama jaman sekarang sama saja susahnya (atau mudahnya). Cuma berbeda saja.
Balik lagi ke si NASA tadi, memang benar sih, kesannya kita insignificant banget dibanding orang jaman dulu. Dan, inilah hal yang benar-benar saya perhatikan:
Alat-alat elektronik menarik dan keren dan praktis itu sudah merajalela di rumah-rumah tiap orang, dan anak-anak juga sudah mulai menyentuhnya. Dan, mungkin, permainan-permainan di situ, yang dirancang dengan baik dan dengan grafis yang keren pula, lebih menarik daripada kerjaan-kerjaan kita waktu kecil pas lagi luang.
Waktu saya kecil, ada game juga sih; SEGA, Nintendo, terus pas gedean dikit ada PS. Tapi itu kan lebih gak praktis dibanding tablet-tablet sekarang. Dan tablet sekarang portable pula. Terus, kalau main PS bakal ketauan satu rumah karena harus di TV rumah. Jadi, intinya, saya terbatas dalam main game. Lebih terbatas dibanding mainin tablet.
Waktu kecil, kalau saya lagi ada waktu luang (sebenarnya selalu luang gak sih? hahaha) saya biasanya gambar-gambar. Itu waktu TK sampai SD awal. Begitu sudah bisa menulis, saya mulai sering menulis-menulis cerita tidak bermutu di kertas bekas yang sudah disiapkan ibu saya. Saya juga sering menggambar di tembok kamar saya, gunting-gunting kerajinan dari majalah, membuat cap dari kentang dan wortel, main masak-masakan, ngupasin bawang saat ibu saya sedang masak, naik sepeda, main PS (tentu saja hahahaha), menjahit baju buat boneka saya, baca buku cerita, nonton Amigos (bahaha), daaan masih banyak lagi.
Itu sih saya. Kalau anak kecil sekarang??
Saya tidak tahu sih, saya belum punya anak. Tapi, waktu itu saya makan malam bersama keluarga saya di restoran sushi di daerah Tebet sana dan di samping saya ada dua orang ibu-ibu dengan dua orang anak SD. Saat ibu-ibu itu asik makan dan bercengkerama, satu anak ini main potong-potong buah yang tadi saya bilang itu.
Kalau bahasa 9gagnya: dafuq? -__- (hahaha, semalam saya mimpi buka 9gag loh, tetoot)
Di restoran saja main ai-fad (iPad behehe), gimana di rumah? Maaf, menyimpulkan sendiri, tapi itu yang muncul di pikiran saya.
Lagian, sepupu-sepupu saya yang masih kecil-kecil juga sudah bergaul dengan gadget-gadget itu. Dan blackberry jugaaaa. Seolah-olah, semua kegiatan saya waktu kecil itu... (muncul flashback dalam warna sephia) menggambar, menulis, menari, menyanyi, bersajak... (bahkan saya tidak menari menyanyi dan bersajak hahaha) tergantikan oleh gadget itu!!
Ah!
Tidak!
Bukannya saya anti teknologi, justru saya sekolah di institut teknologi, tapi saya tidak rela kalau teknologi malah jadi penyebab masalah-masalah baru. Sering kan, dengar kata-kata ini: mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat.
Dan sekarang seolah-olah teknologi itu menjadi penumpul kreativitas anak-anak. Aaaah. *menangis menjerit berlari di tengah hujan*
Padahal, teknologi dalam iPad, blackberry, dan produl-produk lainnya sebenarnya ditujukan, saya yakin, untuk yang baik. Misalnya untuk e-book, sangat hijau sekali ya. Memudahkan komunikasi, apalagi untuk pebisnis-pebisnis, orang kantoran, dan siapapun lah yang butuh komunikasi cepat lancar dan butuh menggenggam dunia dalam tangan. Saya pribadi berpendapat, anak SD belum butuh laaah, mau ngapain dia sama akses google yang tidak terbatas di handphonenya? Bisa buat searching-searching pelajaran sih, tapi kan tidak seurgent si orang kantoran tadi, yang sedetik lewat saja mungkin berpengaruh pada investasinya atau kliennya atau apalah (hahahaha saya jadi mahasiswa sok tau).
Yaaah, marilah bersama-sama kita manfaatkan teknologi sebaik-baiknya, dan mengantisipasi buruk-buruknya. Supaya hidup ini indah seperti sajadah (maksa). Senang seperti benang. Lucu seperti pikachu.
-____-
Selamat liburan atau selamat SP atau selamat ujian lagi! Bye