Dian menghempaskan tubuhnya ke kursi keras di tepi taman.
Randi, di sampingnya, tampak terkejut dengan kedatangannya, namun
dengan sengaja tidak mau menoleh. Biar
cool.
"Ran, Andra tadi minta putus," keluh Dian suram. Air mata menggenang di tepian mata indahnya.
"Hm," jawab Randi sok tidak peduli. Dia masih menatap bukunya, meski otaknya sudah tidak konsen lagi.
"Raaan, nengok dong, gue ngobrol sama lo, lo jangan baca doaang," rengek Dian.
"Iya nih gue tutup," dengan nada kesal Randi menoleh,"apa?"
"Gue mau diputusin."
"Hmm"
"Pemicu berantemnya gara-gara gue telat janjian. Padahal bukan salah gue, angkotnya ngetem gila. Jalanan macet, orang-orang nyebrang di mana-mana bikin kendaraan jadi pelan. Eh giliran ada yang nyebrang di zebra cross, malah ditabrak sedan. Makin macet lah. Mana panas banget, make up gue sampai luntur."
"Yaaah, memang sudah rusak kota ini,"jawab Randi akhirnya.
"Panaaaaas, gak ada pohon di mana-mana, makin panaaaaas." Dian mengeluh.
Randi memaksakan senyum.
"Ya Allah, rusak banget bumi," muka Dian semakin buram,"dan Andra tega-teganya cuma karena telat lima menit..."
Dian menghela nafas panjang, kemudian melanjutkan,"maaf gak nyambung curhatannya, Ran. Tapi udah kepalang sedih banget nih, semua hal jadi sedih. Terus tadi lihat penjambretan juga di pinggir jalan, kakek-kakek pula yang dijambret. Sedih banget lihatnya."
"Kota ini kacau banget ya, Yan?"
"Iya, Ya Allah... Beri petunjuk-Mu,"kini menetes satu butir air mata. Dian menghapusnya cepat.
Randi merogoh sesuatu dari tasnya, lalu menaruhnya keras di pangkuan Dian.
"Nih, petunjuk."
Al-Quran berwarna silver terdiam di atas paha Dian. Dian dan Kitab itu saling bertatapan. Keheningan kaku terasa menyelubungi dedaunan di taman.
"Kitab ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa," lanjut Randi.
Dian tertawa canggung, dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Iya siih, tapi apa hubungannya sama masalah hidup gue?"
Randi mendecak kesal,"ya hidup muslim kan harusnya berpedoman sama Quran? Pemecahan masalah lo ada di sana juga. Tadi lo minta petunjuk, ini udah dikasih, malah ga mau baca. Lo berharapnya petunjuk apa sih? Petunjuk lewat mimpi? Hahahaha."
Dian menciut,"iya bener sih, yaudah gue tanya ke elo deh sebagai orang yang rajin baca, masalah gue sama Andra gimana dong penyelesaiannya?"
"Ya putus aja," kata Randi pendek, "sudah jelas kan?"
Cewek itu tidak mampu berkata-kata. Dia hanya terperangah menatap Randi. Benar sih, kalau di Islam katanya gak ada pacaran, tapi...
"Nah, kalau masalah kota ini gimana? Penjambretan, macet, panas,
global warming, kan harus baca-baca literatur lain," Dian mengalihkan pembicaraan.
"Ada, Yan," kata Randi, "prinsip pengelolaannya ada di situ. Lo cuma harus baca dan belajar."
"Gue udah pernah baca, tapi kan gue gak paham maknanya, banyak banget yang kiasan-kiasan gitu."
"Ah lo mah cari-cari alasan aja, bilang aja males baca," merasa Kitabnya tidak akan disentuh Dian, Randi merebutnya lagi dari Dian, "tinggal cari pembimbing, repot amat."
Dian nyengir tidak enak, "ya udaaah, lo mau jadi pembimbing gue?"
"Oke, siap. Kapan mulai?"
Randi menatap Dian tegas. Bulat niatnya untuk ngajarin cewek ini ilmu Allah, kalau dia memang mau.
Kapan mulai?
...
Hening.
"Hehe, gak sekarang deh. Kapan-kapan."
"Halah, tuh kan."