Di dunia ini, ada beberapa jenis senyum.
Mungkin, banyak yang mengklasifikasikan senyum menjadi dua golongan, yaitu senyum tulus dan senyum palsu. Tapi, sore ini aku melihat lebih.
Aku berjalan beriringan bersama Kak Gita, menikmati udara sore di tepi taman kota.
"Gita!"
Suara berat memanggil nama kakakku dari belakang. Sontak, kami berdua menoleh lalu Kak Gita melontarkan sebuah senyum kepada laki-laki itu. Senyum untuk menyapa.
"Halo,"jawab Kak Gita manis.
Senyum halo.
"Eh- halo," jawab laki-laki itu kikuk.,"lagi apa di sini?"
"Jalan-jalan aja sama adikku," Kak Gita mengedikkan kepalanya kepadaku. Aku bertatapan dengan laki-laki seumuran kakakku tadi, lalu segera menyunggingkan senyum.
Senyum formalitas.
Dia balas tersenyum dan langsung mengalihkan pandangannya lagi pada kakakku.
"Btw, Git," katanya.
"Ya?" Kak Gita tersenyum,"ada apa?"
Senyum menunggu tanggapan.
"Eh-," dia bergerak kikuk lagi, menggaruk kepalanya yang aku yakin tidak terlalu gatal,"kebetulan ketemu kamu nih, aku tadi dapat tiket gratis nonton bioskop berdua untuk malam ini."
Laki-laki itu berhenti bicara, seolah menanti jawaban Kak Gita. Tapi, Kak Gita sendiri bingung mau jawab apa, wong pertanyaannya saja belum ada.
Keheningan pun menggelayut aneh.
"Maksudku," dia melanjutkan sambil tersenyum.
Senyum canggung.
"Maksudku, kamu mau gak nonton sama aku malam ini?"
"Oh," jawab Kak Gita riang. Dia tersenyum.
Senyum senang.
"Mau-mau aja kok!"
"Eh betulan?" laki-laki itu balik bertanya. Setelah Kak Gita mengangguk yakin, dia langsung tersenyum lebar.
Senyum yang lebih senang lagi.
Kak Gita menoleh kepadaku,"nanti kita beli satu tiket aja buat kamu. Lumayan kan, harga satu tiket buat nonton bertiga. Kamu ada uang gak?"
Mendengar niatan Kak Gita untuk mengajakku, laki-laki tadi melongo pasrah.
Aku mengabaikan laki-laki tadi, lalu kusampaikan bahwa uangku habis. Dan ternyata Kak Gita juga tidak membawa uang yang cukup banyak.
"Yah, maaf ya," kata Kak Gita menyesal pada sang pria,"kita gak ikut deh, gak bawa uang ternyata."
"Eh, aku bayarin aja deh," panik, laki-laki itu berbicara dengan sangat cepat.
"Wah, beneran?"
"I-iya, aku aja yang bayarin," katanya. Kak Gita mengucapkan terimakasih dengan riang, dan aku juga menyampaikan rasa terimakasihku kepadanya. Dia menoleh padaku, lalu tersenyum.
Senyum terpaksa.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment